Kupang, VoxNtt.com-Enam bulan berlalu, wabah Covid-19 menguji daya tahan hidup mahasiswa di Kota Kupang, ibu kota Propinsi NTT.
Sejak bulan April sampai dengan September, para mahasiswa harus mampu bertahan hidup dalam situasi yang serba sulit akibat pandemic. Salah satu kesulitan yang dihadapi mahasiswa yakni sumber keuangan yang terbengkelai.
Hal ini diungkapkan oleh seorang mahasiswa asal Manggarai berinisial AA, ketika ditemui di kos kediamanya di Matani, Kabupaten Kupang, Rabu, 07 Oktober 2020.
“Selama pandemi ini tidak ada keseimbangan antara pendapatan saya dengan pengeluaran. Padahal sebelum pandemi ini, uang yang dikirim oleh orang tua sudah cukup memenuhi semua kebutuhan perkuliahan,” ujar AA.
Mahasiswa jurusan perikanan Politani Negeri Kupang ini menambahkan, biaya hidup yang dikirim oleh orang tuanya dalam sebulan, tidak cukup untuk memenuhi segala kebutuhan selama pandemi.
“Selama pandemi saya pun mencoba menyesuaikan antara uang yang dikirim oleh orang tua saya dengan pengeluaran saya. Pembayaran kos, uang listrik, makan minum, sekarang ada penambahan yang lebih besar yaitu pembelian pulsa paket. Apalagi kampus mengeluarkan kebijakan untuk segalah proses perkuliaan secara online,” kata mahasiswa semester 5 tersebut.
Mengatasi masalah tersebut, ia sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk membantu keberlangsungan hidup mahasiswa.
“Saya sangat berharap kepada pemerintah kabupaten Manggarai mengambil suatu kebijakan untuk membantu mahasiwa. Pemerintah kabupaten lain saja bisa memberikan bantuan kepada mahasiswa,” ujarnya.
Hal yang sama juga dialami oleh seorang mahasiswa berinisial YS asal Manggarai Timur. Ia sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan Tinggi ternama di Kota Kupang.
Mahasiswa Politani Kupang ini mengaku, dampak pandemi sangat dirasakan oleh orang tuanya yang berprofesi sebagai petani. Oleh karena itu mahasiswa harus mampu mengatur pengeluaran dan pendapatanya dengan baik.
“Virus korona telah menjadi pembelajaran untuk kami mahasiswa,” ujar YS di kediamannya.
YS mengaku, salah satu kesulitan terbesar orang tuanya sebagai petani adalah harga komoditas yang menurun drastis selama pandemi.
“Harga kopi dan cengkeh sudah menurun di tengah pandemi ini, sulit untuk saya sebagai anak petani memaksakan keadaan mereka tiap bulanya,” ungkapnya.
Mahasiswa semester 3 ini bahkan mengaku harus makan nasi kosong tanpa sayur dan lauk demi menekan pengeluaran.
“Ada saatnya makan tanpa sayur. Kebiasaan seperti ini, saya coba dengan keadaan yang saya alami. Bantuan dari pemerintah juga sangat kami harapkan” ujarnya.
Adapun bantuan dari pemerintah Manggarai Timur yang diterima beberapa waktu lalu ternyata tak cukup untuk mengatasi kesulitan. Bantuan tersebut sebesar satu juta rupiah per mahasiswa.
Baik YS maupun AA, keduanya mulai resah andai pandemic ini terus berlarut, maka para mahasiswa yang orang tuanya hidup pas-pasan tak akan mampu bertahan.
Kontributor: Naldo Jebadu
Editor: Irvan K