Cerpen
Oleh: Latrino Lele
Terdapat sebuah kampung yang sangat asri letaknya di sepanjang aliran sungai Koro Bai. Dengan beragam aneka pepohonan yang tumbuh di sekitar membuatnya tampak sejuk. Udara pagi boleh dikatakan masih sangat jauh dari kata polusi. Segar bukan main kala kita menghirup lalu menghembusnya dengan irama. Didukung dengan panorama alam yang memanjakan mata, maka tidak mengherankan jika banyak pengunjung yang datang berkunjung di kampung ini menyebutnya sebagai kampung damai. Atau ada yang lain mengatakan kampung wisata.
Kehidupan warga setempat amatlah tenteram satu sama lain. Jalinan kekerabatan sangatlah erat. Dan mereka hidup dalam satu suku yang dipimpin oleh Mbah Wong. Masyarakat setempat sangat menghormati Mbah Wong. Di setiap pertempuan seluruh warga kampung Mbah Wong selalu menjadi seorang petuah bijak yang selalu menasihati warganya untuk selalu hidup rukun. Juga satu hal yang selalu beliau tekankan bahwa masyarakat setempat harus menjaga keharmonisan antarsesama warga.
Di kampung ini juga terdapat pula sebuah gubuk tua nan reyot letaknya tepat diujung kampung di aliran sungai Koro Bai. Gubuk yang diduga dibangun sejak masa penjajahan Belanda itu kini sudah semakin menua. Empat potongan bambu yang menjadi tongkat penahannya telah dimakan ngengat. Namun hebatnya bukan kepalang meskipun beberapa kali dihantam banjir bandang di setiap musim penghujan. Gubuk reyot itu masih terlihat kokoh untuk menghadapinya. Sebuah kepercayaan dari penduduk di sekitar aliran sungai Koro Bai kalau gubuk reyot itu adalah gubuk keramat.
Mengenai keberadaan gubuk keramat tersebut Mbah Wong selaku kepala suku selalu menasihati warganya untuk tidak mengganggu keberadaan gubuk yang diyakini keramat. Sebagai awasan untuk tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
***
Meskipun gubuk keramat kelihatan agak menyeramkan tetapi masyarakat setempat yakin kalau kediaman mereka terlindungi. Hanya jika mereka tidak melanggar segala peraturan yang susah diwariskan nenek moyang mereka turun-temurun. Dan juga patuh pada wejangan yang disampaikan oleh Mbah Wong untuk tidak melakukan hal- hal yang terlarang di area gubuk keramat itu bersemayam. Sebab akan terjadi sesuatu hal tak terduga yang dilakukan penunggu gubuk tersebut dan sangat membahayakan masyarakat setempat.
Sejak awal mengetahui keberadaan gubuk tua yang berada di ujung kampung, masyarakat setempat merasa yakin kalau keberadaan gubuk tersebut menyimpan misteri yang tak terselami akal sehat. Tentunya hal ini membuat warga setempat selalu mawas diri dengan tidak melakukan aktivitas-aktivitas terlarang di sekitar gubuk keramat. Jika melanggarnya pasti akan mendapat hukuman. Dan hal itu nyata terjadi. Konon ada sepasang bule mati mengenaskan setelah berkunjung ke gubuk keramat tersebut. Penduduk setempat menduga kalau mereka telah melakukan aktivitas terlarang di sekitar gubuk keramat. Tetapi masyarakat merasa yakin jika tidak ada suatu hal ganjil yang mereka lakukan, maka semuanya akan baik-baik saja.
***
Namun belakangan ini masyarakat merasa diresahkan oleh kejadian-kejadian yang aneh dari gubuk keramat tersebut. Dan mereka sempat menduga kalau ada yang melakukan sesuatu hal yang terlarang di sekitar gubuk keramat.
Menurut kesaksian penduduk setempat, bahwa setiap malam Jumat mereka selalu mendengar bunyi juga suara-suara aneh dari dalam gubuk itu misalnya teriakan orang dewasa yang sedang berpesta, bayi yang sedang menangis, juga ada orang yang sedang tertawa terbahak-bahak. Menurut Jon salah satu warga yang katanya cukup mengenal seluk beluk gubuk keramat tersebut bahwa Ia sering melihat sosok lelaki tua yang sedang duduk bersila tepat di depan gubuk keramat itu. Terkadang lelaki yang sudah berumur itu melayang-layang di udara sembari memekik teriakan yang menyeramkan. Penduduk setempat meyakini kalau sosok lelaki tua itu adalah penunggu di gubuk keramat. Dan sangat menyeramkan perawakannya. Hal itu membuat penduduk sekitar merasa cemas. Bahkan setiap malam Jumat sudah menjadi peraturan penduduk yang tinggal di sekitar aliran sungai Koro Bai untuk tidak keluar rumah seorang diri.
Pernah beberapa kali penduduk setempat bersepakat untuk pergi mengecek. Sebab keanehan yang terjadi di gubuk keramat itu semakin menjadi. Dan sangat meresahkan warga setempat. Namun usaha mereka selalu gagal karena belum sampai di gubuk tersebut mereka sudah diganggu. Membuat mereka lari terbirit-birit.
Kiranya itu membuat penduduk yang tinggal di sekitar aliran sungai dekat gubuk keramat tak pernah tahu rahasia dibalik keanehan yang belakangan ini sering terjadi di gubuk keramat itu.
Berdasarkan cerita lisan yang beredar konon gubuk tua itu adalah sebuah tempat perasingan dari seorang raja yang sangat bijaksana. Raja itu diasingkan oleh seorang petinggi kolonial yang berkuasa di daerahnya saat itu. Karena melihat raja yang bijaksana itu sebagai penghalang besar bagi mereka untuk melakukan ekspansi wilayah jajahan, maka sebagai solusi raja yang bijak itu ditangkap lalu diasingkan. Gubuk keramat di aliran sungai Koro Bai itulah menjadi tempat perasingan dari raja yang bijaksana tersebut. Ia menjalani hari-harinya seorang diri sampai maut menjemputnya. Mengenai di mana raja dikuburkan penduduk setempat menduga kalau mayatnya terbawa arus sungai Koro Bai waktu banjir bandang tiba. Ada yang menduga kalau raja diculik kemudian dibunuh di suatu tempat yang tak diketahui. Juga ada yang menduga kalau mayatnya telah dimakan binatang buas. Dan banyak dugaan lainnya sesuai analisa masing-masing warga.
Jon menceritakan kepada seluruh penduduk kampung di aliran sungai Koro Bai bahwasannya lelaki tua berambut putih yang sering duduk bersila di gubuk keramat itu adalah jelmaan dari raja. Ia penunggu di gubuk keramat. Raja menjadi ganas karena luapan dendamnya yang belum terbalas kepada petinggi kolonial di masanya itu. Ia juga tak akan segan membunuh siapa pun penduduk yang melalaikan anjuran untuk tidak pergi atau melakukan hal terlarang di gubuk keramat tersebut.
***
Akhir-akhir ini gangguan dari gubuk keramat itu semakin menjadi-jadi. Kejadian aneh itu bukan hanya terjadi pada malam Jumat, melainkan setiap malam. Bunyi-bunyian dan suara-suara aneh itu terdengar semakin jelas dan bertambah seram.
Masyarakat setempat merasa curiga kalau kejadian ini ada hubungannya dengan datangnya Polus anak kepala suku di kampung mereka yang selama ini kuliah di kota Metropolitan. Sebagai orang yang terdidik Polus tak pernah percaya dengan hal-hal yang takhayul. Berkali-kali Ia mencoba meyakinkan warga kalau gubuk yang dikatakan keramat itu hanya merupakan gubuk biasa. Dan tak ada sesuatu yang aneh di sana. Namun sia-sia semua tak mempercayainya termasuk kedua orang tuanya. Mereka malah mencap Polus sebagai seorang yang sombong. Atau seorang yang sudah terkontaminasi dengan gaya hidup di kota.
Sebagai kepala suku yang berwibawa mbah Wong selalu menasihati dan meneguri anaknya Polus yang menganggap remeh dengan keberadaan gubuk keramat itu. Namun sia-sia Polus masih dengan pendiriannya kalau gubuk itu tak ada apa-apanya. Hal ini membuat ayahnya mbah Wong kecewa dan tak mau memedulikannya lagi.
Polus mendapat banyak celaan dari seluruh penduduk kampung. Namun Polus tak pernah berputus asa untuk terus meyakinkan mereka.
Suatu malam pekat nan sepi. Ceruk sungai Koro Bai yang mengalir seperti tengah berbisik kepada seluruh warga agar bersiaga karena bahaya akan segera tiba. Di ranting pohon beringin yang diyakini sebagai tempat tinggal tuyul-tuyul nakal terdengar suara burung hantu berlomba-lomba melantunkan bunyi khasnya yang menyeramkan. Ketakutan menyelimuti warga kampung di aliran sungai Koro Bai. Sesuai aba-aba para warga telah berada dalam rumah mereka masing-masing bersama keluarga. Dengan khusyuk bersama-sama mengatup tangan dan berdoa agar terhindar dari gangguan jahat di gubuk keramat itu.
Hal ini berbeda dengan Polus. Di malam yang mencekam itu Ia malah pergi memancing seorang diri di sungai Koro Bai sembari menyulut berapa batangan rokok surya untuk menepiskan dingin. Ia tak menghiraukan cerita ibu dan ayahnya tentang gubuk keramat. Sesekali Ia menggerutu seorang diri terhadap sikap penduduk di kampungnya yang terlalu percaya dengan segala cerita mistis yang menyeramkan. Juga gubuk reyot yang terlihat biasa-biasa saja dianggap keramat.
Kali ini Polus sendiri yang mendengarkan suara dan bunyi aneh dari gubuk keramat itu, tapi Ia tak pernah merasa takut. Mungkin itu hanya suara tiupan angin yang membuat pohon bambu dekat gubuk tersebut bergesekan, Polus mengira. Polus tak pernah merasa takut. Ia terus melanjutkan kegiatannya memancing. Ikan mujair dan lele hampir memenuhi bokor yang dibawanya. Suara dan bunyi aneh dari gubuk keramat itu tak Ia hiraukannya. Lalu Ia kembali ke rumahnya dengan kondisi aman-aman saja.
Suara ayam jantan baru berkokok beberapa kali. Bulir-bulir embun beku pada rerumputan belum meretas pencar. Fajar pun belum merekah cantik di ufuk timur. Sementara itu mbah Wong dan istrinya belum bangun begitu pun dengan Polus. Ia masih merebah manja pada kasur di biliknya karena kecapaian mancing semalam.
Usir Polus dari kampung ini… usir Polus dari kampung ini… Polus pembawa petaka bagi kampung ini… pergi kau Polus… pergi kau Polus… suara penduduk kampung menggelegar di pekarangan rumah mbah Wong. Membuat mbah Wong beserta istri dan anaknya Polus terjaga.
Ada apa ini pagi-pagi begini sudah ramai di rumahku, mbah Wong sedikit heran.
Mbah Wong harus tahu karena ulah anak mbah si Polus beberapa warga kehilangan ternak. Ini sebagai bukti kalau penghuni gubuk keramat itu sudah sangat marah. Dan beruntung kali ini yang hilang adalah ternak bagaimana kalau warga kampung yang hilang. Apakah mbah sekeluarga siap bertanggung jawab. Ini semua gara-gara si Polus yang terlalu menganggap remeh gubuk keramat itu, si Jon yang mewakili massa itu marah-marah kepada keluarga mbah Wong karena ulah Polus anaknya.
Bagaimana warga semuanya usir Polus dari kampung kita, Si Jon menyulut emosi warga.
Sejurus suara penduduk kampung kembali menggelegar di pagi yang masih buta.
Usir Polis… usir Polus…
Mbah Wong tak banyak bicara, Ia menyadari kalau anaknya Polus telah melakukan kesalahan. Dan Ia berjanji akan menggantikan kerugian ternak yang hilang dari beberapa warga.
Polus masih keras kepala. Nasihat mbah Wong dan Ibunya tak mempan untuk membentuk kembali pola pikir Polus yang terlampau modern Sampai akhirnya Polus hendak dipindahkan lagi oleh ayahnya mbah Wong ke kota karena dianggap meresahkan warga.
Polus sendiri tak percaya sama sekali kalau ternak warga yang hilang diambil oleh penunggu gubuk keramat. Ia pun bertekat untuk membuktikan kepada seluruh warga bahwa gubuk yang dikatakan keramat itu tak ada apa-apanya. Aku akan membuktikan kepada kalian semua, Polus membatin.
***
Suatu malam tepat pada malam Jumat yang seram. Suasana kampung di aliran sungai Koro Bai sangat sunyi sepi. Suara dan bunyi-bunyian aneh dari gubuk keramat itu terdengar jelas di kuping Polus. Semua warga telah berada dalam rumahnya masing-masing merapalkan doa khusuk agar luput dari cengkeraman penunggu gubuk keramat tersebut.
Mbah Wong dan istrinya telah tertidur pulas tak tersadarkan diri. Diam-diam Polus melompati jendela kamarnya. Ia pergi menerobos pekat malam untuk menyingkap segala rahasia gubuk keramat yang meresahkan penduduk kampung aliran sungai Koro Bai selama ini. Ia berjalan menyusup pada semak-semak untuk sampai di gubuk tersebut. Suara-suara aneh semakin jelas di kupingnya membuat bulu kuduknya berdiri. Namun tak mengurungkan niatnya untuk segera menyingkapkan kebenaran tersebut.
Selain suara aneh yang didengarnya, Polus juga mendengar seperti ada yang sedang bercakap-cakap. Remang-remang cahaya bulan purnama rupanya membuat Polus dapat mengenal sosok yang sedang bercakap-cakap itu. Tepat itu si Jon seorang yang telah menghasut warga untuk mengusirku dari kampung, batinnya. Ia sedang berbicara dengan sosok asing dengan perawakan tinggi, perut buncit dan mengenakan jas. Ia tampak elegan layaknya seorang kapitalis. Polus mengamati gubuk keramat itu dengan saksama. Di atas gubuk ada suara dan bunyian aneh dan menakutkan yang telah direkam. Ia juga melihat beberapa wanita seksi digiring masuk ke dalam gubuk keramat oleh seorang lelaki kekar dari mobil trek. Ia terus mengamati segala aktivitas terlarang di gubuk keramat itu. Segala kebohongan dari Jon dan komplotannya terungkap dengan jelas malam ini. Mati kau Jon, Polus berbisik pelan.
Setelah merekam kejadian malam itu dengan poselnya kemudian Polus memutuskan untuk kembali dengan rasa kebencian yang meletup-letup di relung hatinya. Kebenaran telah terungkap, batin Polus sebelum merebahkan tubuhnya pada kasur menjamu mimpi indah.
***
Pukul sembilan tepat pagi itu penduduk di aliran sungai Koro Bai kaget bukan main melihat Jon bersama komplotanya diseret oleh aparat kepolisian karena kasus prostitusi. Di ujung kampung tepatnya di sekitar gubuk keramat di penuhi polisi. Rahasia gubuk keramat tersingkap kebenarannya. Semua penduduk kini menyadari kalau Jon telah membodohi mereka selama ini. Rupanya gubuk keramat yang diyakini warga selama ini menjadi tempat praktik perbuatan senonoh.
Terlihat di balik jendela rumah mbah Wong senyum lega merekah di bibir Polus yang tengah menyeruput kopi hitam bersama ayah dan ibunya.
Penulis adalah eorang penikmat sastra dan sekarang sedang kuliah