Maumere, Vox NTT- Tiga orang siswa dari SMAS Katolik St. John Paul II Maumere, Kabupaten Sikka sukses mengukir prestasi dalam kegiatan Perayaan Budaya Nusantara (PBN) yang digelar oleh Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK).
Tulisan karya Marieta Yetri Padji, Santa Cloretha Stacyavelina dan Fransiskus John Lenon Wuwur itu yang berjudul “Ritual Adat Sikka Lodo Hu’er” ditetapkan sebagai salah satu dari enam tulisan terbaik dan berhak mendapat penghargaan sesuai keputusan Dewan Juri yang diumumkan pada Selasa, 6 April 2021.
Tulisan itu menguraikan tentang Lodo Hu’er atau meluk wair den lengi, yang merupakan ritual bagi arwah anggota keluarga yang telah meninggal, yang sekarang hanya dapat ditemukan di beberapa etnis di Kabupaten Sikka.
Tiga juri, yakni Pudentia MPSS dan Mukhlis PaEni – keduanya dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan Ryan Dagur, seorang editor, menganggap tulisan itu memenuhi sejumlah kriteria, seperti originalitas dalam pengelolaan kearifan lokal, penguasaan kelokalan termasuk di dalamnya penguasaan bahasa daerah, teknik penulisan yang baik dan upaya menggali berbagai sumber.
Selain tulisan tersebut, lima tulisan lain yang ditetapkan sebagai yang terbaik adalah karya peserta dari SMA YPPK Taruna Dharma Jayapura dengan judul Sagu Bukan Hanya Pangan Tapi Identitas Budaya; dari SMA St. Paulus Pontianak dengan judul Upaya Pelestarian Nilai Kultural Melalui Festival Tradisional Peh Cun; SMA Katolik St. Louis 2 Surabaya dengan judul Nilai Dalam Tradisi Sedekah Bumi yang Menjadi Fondasi Kuat Terhadap Arus Globalisasi; SMA Yos Sudarso Metro Lampung dengan judul Menjaga Eksistensi Tari Bedana di Asrama Putra Leo Dehon; dan SMAK Swasta Abdi Sejati Kerasaan 1, Pematangsiantar dengan judul Tor-Tor Sombah Tarian Khas Simalungun.
Pudentia MPSS, yang juga Ketua Panitia PBN mengatakan, keenam tulisan itu ditetapkan dengan tanpa peringkat, yang terpilih dari total 77 tulisan dari para siswa SMA/SMK di seluruh Indonesia.
“Karena ini adalah sebuah perayaan budaya, maka kami tidak menyebutnya peringkat satu sampai enam, tetapi semuanya sama-sama sebagai yang terbaik,” katanya.
Para peraih penghargaan berhak mendapatkan trofi, dana pembinaan dan sertifikat baik untuk peserta maupun untuk sekolah.
Mukhlis mengatakan saat mengumumkan keenam peraih penghargaan bahwa dari karya dari para peserta, ia melihat ada benih-benih penulisan etnografi mengenai daerah.
”Itu merupakan hal yang sangat penting, terutama kita sedang kekurangan penulisan sejarah tradisi lokal, mengingat dimana kebanyakan orang zaman sekarang ini lebih banyak membaca sejarah-sejarah yang berbau politik,” kata Mukhlis, yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2007-2008) dan Ketua Lembaga Sensor Film (2009 – 2014).
Ia menyatakan, karya-karya para peserta layak untuk diterbitkan menjadi buku.
Sementara Ryan memuji tulisan para peserta dan menyebutnya sudah disajikan dengan luar biasa, dengan bahasa yang apik.
“Saya sepakat dengan usulan Pak Mukhlis bahwa ini diterbitkan, tentu setelah diedit kembali dan dilengkapi lagi bagian-bagian yang masih kurang,” katanya.
Ketua Presidium MNPK, Pastor Vinsensius Darmin Mbula sepakat dengan usulan itu dan mengatakan, karya-karya yang diterbitkan tidak hanya 6 yang meraih penghargaan atau 20 yang masuk finalis.
“Karya dari para peserta lain yang dianggap layak, juga akan dipublikasi. Kita targetkan bukunya terbit pada tahun ini,” katanya.
“Ini sebagai bentuk apresiasi bagi peserta, juga sekolah agar bisa terus mendorong peserta didik untuk mencintai budaya,” katanya.
Sementara itu, RD. Fidelis Dua, Kepala SMAS Katolik St. John Paul II Maumere sekaligus Ketua MPK (Majelis Pendidikan Katolik) Keuskupan Maumere mengatakan bahwa mengikuti kegiatan PBN tahun ini di tengah pandemi Covid-19 adalah kesempatan yang unik.
Ketika peserta didik jenuh dengan pembelajaran daring, kata dia, kegiatan ini merupakan kesempatan untuk mengisi kejenuhan belajar dengan menuangkan ide dalam bentuk tulisan.
Menurut Fidelis, tiga peserta didik yang mengikuti kegiatan ini merasa bangga dengan kerja keras mereka mulai dari wawancara nara sumber sampai finalisasi tulisan. Ini juga hasil dari literasi yang digerakkan sekolah selama ini.
Dia menegaskan, literasi budaya harus dikembangkan di sekolah yang diintegrasikan dengan semua proses pendidikan. Sembari mengembangkan budaya Nusantara, seorang peserta didik juga harus menguasai budayanya sendiri. Maka upaya menggali budaya sendiri merupakan suatu yang mendesak di tengah tergerusnya budaya lokal oleh budaya modern.
Kegiatan PBN – yang dimulai pada tahun lalu, tidak hanya terkait penulisan sejarah dan tradisi.
Ada tiga kategori lain, yakni tari tradisi yang diikuti peserta didik TK/PAUD-Kelas III SD, dongeng untuk Kelas IV-VI SD, dan musik tradisi untuk SMP.
Selain karya tulis, kelompok tari dari TK Maria Ferari Maumere miliknya Suster-suster Zelatrix dari Hati Kudus Yesus yang membawakan tari “Lema Bakut” juga terpilih menjadi salah satu yang terbaik.
SMAS Katolik St. John Paul II Maumere dan TK Maria Ferarri mewakili MPK-MPK keuskupan se-NTT.
Pastor Darmin mengatakan, dengan mengadakan PBN ini, MNPK ingin menegaskan bahwa “pendidikan dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan digunakan untuk membangun keadaban publik, persaudaraan manusia dengan semesta.”
“Sekolah-sekolah Katolik memiliki peran dalam mengintegrasikan, menyatukan iman, hidup dan budaya. Oleh karena itu MNPK (Majelis Nasional Pendidikan Katolik) merasa betapa pentingnya menghidupkan budaya peradaban Nusantara ini,” katanya.
Ia menambahkan, kegiatan PBN akan diadakan setiap tahun.
“Karena itu, para peserta yang sudah ambil bagian di dalam PBN ini tetap semangat, supaya bisa kembali mengambil bagian dalam PBN selanjutnya,” katanya. (*VoN)