Kupang, Vox NTT– Diskursus proyek pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali bergulir.
Komite Warisan Dunia UNESCO meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan semua proyek pembangunan infrastruktur pariwisata di kawasan TNK.
Permintaan tersebut tertuang dalam dokumen Komite Warisan Dunia UNESCO bernomor WHC/21/44.COM/7B yang diterbitkan setelah konvensi online pada 16-31 Juli 2021.
Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT), Yohanes Rumat, ikut berkomentar.
Politisi PKB itu secara tegas mendukung kebijakan Komite Warisan Dunia UNESCO untuk menghentikan proyek pembangunan infrastruktur di TNK.
“Sebagai DPRD sangat mendukung untuk menghentikan proyek pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo. UNESCO malah kita dorong untuk dia datang untuk memberikan penalti kepada pemerintah Indonesia. Lebih-lebih pengusaha yang ambisinya melampui keadaan alam,” kata Rumat kepada wartawan di Kupang, Rabu (04/08/2021).
Ia mengaku sebelum larangan UNESCO itu muncul, pihaknya pernah mengingatkan pemerintah untuk tidak membangun apapun di kawasan TNK.
Pihak Rumat pernah mengingatkan pemerintah agar zona merah yang telah ditetapkan, sebelum keinginan menjadikan pariwisata premium untuk tidak membangun apapun.
“Itukan sebelum renacana Taman Nasional Komodo ini sebagai lokomotif atau kawasan premium sudah teratur terdahulu daerah-daerah atau zona-zona yang dianggap berbahaya,” pungkasnya.
Setelah ditetapkan terdahulu daerah-daerah atau zona-zona yang dianggap berbahaya itu jelasnya, malah pemerintah ngotot untuk tetap melaksanakan pembangunan di kawasan TNK itu.
“Tetapi pada akhirnya, karena ada kepentingan ekonomi, kepentingan politik, karena kepentingan bisnis, kita lihat zona-zona itu menjadi hilang apa yang sudah ditetapkan oleh UNESCO, jauh-jauh sebelum nasional ini masuk,” ujarnya.
Menurut Rumat, Taman Nasional Komodo milik dunia, bukan milik Indonesia, bukan pula milik Nusa Tenggara Timur, apalagi milik Manggarai Barat.
“Tidak seperti itu, Taman Nasional ini karena ada keunikan, maka diakui UNESCO. Dia bertanggung jawab atas maju-mundur atas perubahan-perubahan di sana,” katanya.
Sekretaris Komisi V DPRD NTT itu, menegaskan kalau Indonesia, NTT, atau Manggarai Barat mau melakukan aktivitas di dalam Taman Nasional Komodo harus dibicarakan dan diberitahu kepada UNESCO.
“Tetapi faktanya, dia tidak mengindahkan disampaikan oleh UNESCO. Kalau itu terjadi, bisa saja dunia membleklist atau dunia akan menahan seluruh mobilisasi wisatawan manca negara, dengan anggapan Indonesia, NTT, atau Manggarai Barat ini melakukan fandalisme, melakukan tindakan perusakan atas apa yang menjadi ciptaan Tuhan, apa yang alam berikan kepada kita. Fakta itu tentu didukung oleh teman-teman pelaku penggiat di Taman Nasional Komodo sudah lama menolak. Tetapi itu sia-sia. Sekarang ini berjalan terus,” katanya.
Ia menegaskan, nafsu pemerintah untuk merusak alam tinggi daripada nafsu untuk melestarikan alam atau mempertahankan kelangsungan kelanggengan alam di kemudian hari.
“Karena yang kita tahu begini, apapun hebatnya ilmu pengetahuan, apapun hebatnya teknologi, tidak akan bisa mengalahkan hebatnya kekuatan alam. Kalau kekuatan ala ini dilawan, maka yang diserakah itu sebetulnya ilmu pengetahuan atau mereka-mereka yang berambisi untuk merubah apa yang sudah disajikan oleh alam di Taman Nasional Komodo. Lalu dirubah jadi restaurant, lalu dirubah bangun besi, semen, tembok. Lalu dampak ikutannya nanti kalau semua terjadi untuk semua restaurant, pasti cemaran udara itu akan terjadi. Kemudian pemusnahan terhadap taman-taman nasional, maka habitat pohon, habitat hewan, habitat biota laut itu dengan sendirinya akan hancur,” tegasnya.
Karena itu, ia berharap UNESCO turun untuk memberi penalti kepada Indonesia yang sudah melanggar kesepakatan atau ketentuan dunia.
“Tentu semua pelaku wisata di Indonesia, di NTT, di Labuan Bajo mengutuk keras perilaku pemerintah yang tidak mengindahkan apa yang terjadi di lapangan. Karena jujur saja tanpa pariwisata premium atau tanpa pariwisata yang mengubah atau yang merubah keindahan alam menjadi gedung, Taman Nasional Komodo ini sudah ada segmen pasar, sudah punya pasar tersendiri,” ujarnya.
Jika pemerintah tetap ngotot untuk membangun hal-hal yang bersifat modern, ia meyakini bahwa suatu saat Komodo itu akan hilang.
“Binatang Komodo itu tinggal cerita, Komodo itu tinggal mimpi. Itu saya yakin,”ujarnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba