Ruteng, Vox NTT- Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng Santu Agustinus memberi catatan kritis terhadap keputusan Bupati Manggarai Herybertus G.L. Nabit.
Keputusan yang dikritisi tersebut bernomor HK/253/2021 tentang Penetapan Realokasi Belanja Modal dalam Rangka Percepatan Penangan Covid-19 Tahun Anggaran 2021.
Ketua PMKRI Ruteng Hendrikus Mandela menilai Bupati Manggarai Hery Nabit gegabah dalam mengeluarkan keputusan. Bupati Nabit dinilainya tidak memiliki kajian akademik yang jelas seputar keputusan yang dihasilkan.
Padahal, kajian akademik menurut Mandela, merupakan landasan bagi Bupati Nabit dalam menerbitkan suatu keputusan. Apalagi, 18 paket yang dihilangkan dalam keputusan Bupati Nabit telah melewati proses politik yang panjang mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga tingkat kabupaten.
“Kajian akademik sangat penting sebab harus diingat bahwa proyek-proyek yang sekarang dipotong dan dihilangkan tidak muncul begitu saja tetapi melalui proses politik yang panjang dan disepakati secara bersama oleh legislatif dan eksekutif lalu disahkan melalui produk berupa Perda ataupun sejenisnya,” ungkap Mandela di Ruteng, Kamis (19/08/2021) siang.
Menurut dia, mestinya Bupati Nabit tidak boleh menghilangkan 18 paket yang sudah ditender karena semua paket itu masuk dalam daftar skala prioritas.
Selain itu, Mandela juga menyampaikan bahwa keputusan Bupati Manggarai yang me-refocusing anggaran tahap dua untuk percepatan penanganan Covid-19 tidaklah urgen.
Penilaian itu dikemukakan Mandela karena melihat
alokasi dana APBD tahun anggaran 2021 untuk percepatan penanganan Covid di kabupaten Manggarai.
Dari total alokasi sebanyak Rp45.142.413.293, total yang yang terealisasi atau terserap hanya sebesar Rp1.607.528.400 atau 3,56%.
“Itu artinya dana yang tersisa sebesar Rp43.534.884.893. Jadi dapat disimpulkan bahwa dana yang tersisa masih banyak jika hanya untuk dimanfaatkan dalam kurun waktu empat bulan ke depan. Sehingga target 18 miliar pada refocusing anggaran tahap dua menurut saya terlalu berlebihan,” tambah Mandela.
PMKRI Ruteng, kata Mandela, menduga bahwa keputusan Bupati Nabit cendrung bertendensi politik karena dari 66 total keseluruhan paket, 18 di antaranya yang sudah tender dihilangkan serta yang lainnya dipotong.
“Menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah 18 paket proyek yang dihilangkan itu tidak penting ketimbang 48 paket proyek yang sedang proses tender dan belum mulai tender? Ataukah hal ini sudah direncanakan secara matang lalu refocusing dijadikan tameng?” tukas dia.
Alasan lain yang memperkuat dugaan PMKRI Ruteng juga bahwa ada kesenjangan alokasi belanja modal di setiap kecamatan di Kabupaten Manggarai.
Contohnya di Kecamatan Rahong Utara. Alokasi anggaran belanja modal setelah dilakukan pemotongan itu hanya sebesar 2,33% atau senilai dengan jumlah Rp300.000.000 dari total anggaran belanja modal sebesar Rp12.859.792.494.
Sementara, di Kecamatan Wae Ri’i sebesar 9,41% atau senilai Rp1.210.000.000 dan di Kecamatan Langke Rembong sebesar 12,87% atau senilai Rp1.654.585.469), di Kecamatan Reok Barat dan Cibal sebesar 11,47% atau senilai Rp1.475.000.000, dan di Kecamatan Sataramese Barat sebesar 10,18% atau senilai Rp1.308.807.025.
Terhadap situasi itu, PMKRI Ruteng kata Mandela, mengharapkan agar Bupati Nabit tidak boleh menjadikan Covid-19 sebagai alasan untuk membungkus niat-niat yang ada di dalam ruang gelap politik anggaran seorang bupati.
“Kita berharap agar ini semua disampaikan secara jujur dan terbuka kepada publik, tunjukan kajian akademisnya, apa pertimbangannya? Sehingga tidak lagi dugaan bahwa ini bertendensius politik,” tutup Mandela.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba