Oleh: Aprianus Defal Deriano Bagung
Di era sekarang urgensi literasi kian getol disuarakan oleh berbagai pihak lantaran dianggap sebagai satu-satunya solusi ampuh dalam menghadapi berbagai macam cyber crime semisal penyebaran fake news atau berita palsu.
Literasi_khususnya literasi baca-tulis_seolah menjadi semacam tameng yang melindungi diri agar tidak terjerumus dalam masalah-masalah yang diakibatkan oleh maraknya penyebaran berita palsu.
Selain itu, literasi baca-tulis juga mampu membentuk masyarakat dengan tingkat daya pikir kritis-analitis yang lebih mapan dari yang sebelumnya. Lebih jauh literasi baca-tulis menjadi jalur lain yang harus ditempuh dalam mewujudkan sumber daya manusia yang unggul.
Menurut Wikipedia, literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaspisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, menurut UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), literasi adalah seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana keterampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.
Secara etimologis istilah literasi sendiri berasal dari kata literatus (bahasa Latin) yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘orang yang belajar’. Dalam hal ini literasi sangat berhubungan dengan proses membaca dan menulis (sevima.com, diakses pada 09 November 2021).
Bertolak dari berbagai defenisi diatas jelas bahwa literasi erat kaitannya dengan keterampilan dalam membaca dan menulis. Ditengah maraknya kasus kejahatan siber (cyber crime) berbagai elemen masyarakat kian santer menyuarakan literasi sebagai upaya agar tidak terjerumus dalam pelbagai problem akibat cyber crime itu sendiri.
Tak heran bila peningkatan literasi masuk dalam daftar program unggulan atau program utama di berbagai sekolah.
Sederet Upaya
Dalam tulisan ini, penulis bermaksud menawarkan sederet upaya yang dapat dilakukan dengan tujuan meningkatkan literasi baca-tulis di kalangan pelajar. Pertama, perlu pembenahan lingkungan ilmiah. Dalam hal ini, lingkungan ilmiah yang dimaksudkan penulis tak lain ialah sekolah. Sekolah merupakan unit formal dan menjadi satu-satunya lingkungan ilmiah yang berpotensi meningkatkan literasi di kalangan pelajar.
Namun demikian, sekolah seperti belum sepenuhnya mampu meningkatkan literasi. Berbagai penelitian membuktikkan tingkat membaca para pelajar yang sangat rendah. Rendahnya minat baca menjadi kendala utama yang mengakibatkan kemampuan menulis para pelajar menjadi rendah pula.
Maka dari itu, lingkungan sekolah sebagai salah satu lingkungan ilmiah yang berpotensi meningkatkan literasi harus mendapat pembenahan. Pembenahan lingkungan sekolah dapat dilakukan dengan membentuk komunitas atau kelompok literasi yang sebelumnya belum terbentuk sama sekali (walaupun terbentuk berarti hanya ada di beberapa sekolah saja).
Komunitas literasi memberi ruang bagi para siswa untuk men-share segala sesuatu yang telah dibaca. Artinya, dalam komunitas tersebut para siswa diwajibkan untuk membaca buku kemudian membagikan atau menceritakan isi dari buku yang mereka baca.
Membaca buku tanpa men-share apa yang telah dibaca mampu mengurangi nilai guna dari buku tersebut bagi orang lain. Harusnya, informasi baru atau pengetahuan baru yang didapat dari aktivitas membaca dishare kepada orang lain sehingga hasil membaca tersebut terkesan membawa kegunaan bagi orang lain.
Kegiatan semacam itu juga memungkinkan terjadinya pertukaran ide diantara para pelajar sekaligus ladang subur bagi pertumbuhan minat baca. Selain itu, para peserta didik juga akan menjadi lebih produktif dalam hal menulis. Hal ini terutama karena kegiatan membaca yang baik. Kebiasaan membaca dengan sendirinya akan menumbuhkan keinginan menulis dalam diri para pelajar.
Kedua, tindakan apresiatif. Para siswa yang memiliki kebiasaan membaca meski diapresiasi. Kebiasaan membaca para pelajar dapat diketahui dengan seberapa sering ia mengirimkan tulisannya (artikel, puisi, cerpen, resensi buku dan lainnya) untuk diterbitkan oleh media-media lokal atau sekurang-kurangnya dipublikasikan dalam blog pribadinya.
Apresiasi yang diberikan barang tentu memantik semangat pelajar yang bersangkutan sekaligus menjadi motivasi bagi pelajar lain untuk terus mengembangkan kebisaan membaca dan menulis.
Mengapresiasi para siswa yang demikian merupakan langkah yang harus diambil oleh pihak sekolah. Pihak sekolah dengan caranya sendiri dituntut untuk menghargai hasil karya peserta didiknya.
Apresiasi bisa diberikan secara berkala, misalnya sekali dalam satu bulan atau sekali dalam tiga bulan. Siswa yang dalam tenggat satu atau tiga bulan tergolong produktif dalam hal menulis_dalam artian siswa tersebut berada pada tangga puncak jumlah tulisan terbanyak dimuat oleh media online lokal ataupun media cetak_perlu diberi apresiasi.
Pemberian apresiasi berupa uang saku, piagam dan lainnya akan semakin memotivasi para siswa untuk terus meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Pada akhirnya siswa tersebut akan tumbuh menjadi siswa yang kritis karena memiliki kebiasaan literasi yang baik.
Ketiga, penentuan role model. Role model sangat diperlukan sebagai pemberi teladan sekaligus panutan bagi para pelajar lain.
Role model dapat dipilih dari pelajar yang seringkali mendapat penghargaan literasi. Pelajar yang sering mendapat penghargaan literasi bila perlu ditunjuk sebagai duta literasi dalam sekolah. Dengan adanya duta literasi, pelajar lain tentu akan memiliki panutan dalam meningkatkan kemampuan literasi dalam diri.
Keempat, pemerintah_baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten_melalui perpustakaan daerah atau lembaga terkait mesti membentuk semacam blog atau media online yang dikhususkan untuk menampung atau menerbitkan tulisan-tulisan para pelajar SMP dan SMA.
Dengan cara demikian, para siswa akan lebih semangat menulis sebab mereka memiliki media yang menjadi target pemuatan karya mereka. Tulisan yang dimuat dalam media tersebut patut juga untuk diapresiasi dengan memberikan uang saku secukupnya kepada siswa_atau tindakan apresiatif lainnya. Selain itu, siswa yang aktif menulis dalam media tersebut juga mesti diberi apresiasi secara berkala, sebagaimana yang ditawarkan dalam solusi yang kedua.
Upaya meningkatkan literasi sesungguhnya bukan merupakan upaya yang enteng-enteng saja. Sangat diperlukan kerja keras dan upaya serta komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak. Namun demikian, meningkatkan literasi bukanlah mimpi yang tak dapat diwujudkan sama sekali. Artinya, untuk mewujudkannya memang sukar tetapi pasti bisa terwujud. Akhirnya, salam literasi.
Penulis adalah siswa kelas XII program ilmu-ilmu sosial SMA Katolik St. Fransiskus Xaverius Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.