Kupang, Vox NTT- Sekurang-kurangnya kasus antara BPR Christa Jaya dan Notaris Albert Riwu Kore sudah berjalan hampir selama tiga tahun.
Kasus ini bahkan, melalui sidang praperadilan lebih dari sekali, sempat di-SP3 di Polda NTT.
Namun, sekitar beberapa hari yang lalu, persis setelah putusan praperadilan Notaris Albert Riwu Kore ditolak oleh hakim pada Pengadilan Negeri Kupang, Albert akhirnya ditahan di Polda NTT.
Kuasa hukum BPR Christa Jaya Bildad Tonak mengatakan, ada banyak opini-opini liar yang beredar di masyarakat terkait dengan kasus ini.
“Berkaitan dengan fakta-fakta yang ada tidak menjadi opini liar. Sehingga ini harus diluruskan. Ini menjadi berita yang sesuai dan tidak menjadi opini liar di masyarakat,” kata dia, Senin (08/08/2022).
Bildad menerangkan, dalam kasus ini, Notaris Albert Riwu Kore ditetapkan sebagai tersangka dalam jabatannya sebagai PPAT.
“Surat order dan cover note ada dikeluarkan oleh Pak Albert. Di sini tidak ada keterangan akan diserahkan kembali ke Pak Rafi. Apa yang kita sampaikan ke publik itu harus berdasarkan fakta dan data yang ada. Terkait dengan perkara ini akan jadi perdata atau sebagainya justru kami mau tegaskan karena tidak profesionalnya penyidik yang lama makanya berjalan selama tiga tahun,” jelasnya.
Bildad juga mengapresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada penyidik Polda NTT yang sudah membuat kasus ini berjalan sesuai dengan fakta-fakta yang ada.
“Kami berterima kasih kepada penegak hukum karena sudah memproses kasus dengan baik. Kami menghargai pendapat diluar sana. Kami menyakini sampai ada perkara pokok di pengadilan kami menyakini kasus ini dapat dimintai pertanggungjawaban,” katanya.
Duduk Soal
Bildad menerangkan, sebagai pejabat PPAT, Albert disebut tidak profesional, karena barang yang diikat di PPAT berpindah tangan sepihak.
“Sebagaimana data yang kami miliki maupun bukti surat yang kami punya sertifikat itu sudah diberikan ke Pak Albert. Sertifikat itu barang jaminan dari BPR Christa Jaya. Kami dirugikan karena kasus ini berjalan bertahun-tahun. Kasus ini sudah dua kali praperadilan,” tandasnya.
“PPAT yang bisa mengikat. Dia harus menjaga dan merawat surat berharga yang dititipkan. Dia tidak menjalankan tugas dengan baik. Tidak menjalankan pengikatan sebanyak 9 sertifikat,” sambung dia menegaskan.
Menurutnya, Ketika sertifikat itu hilang maka Albert harus bertanggung jawab secara pidana.
Tentang Notaris yang Black List BPR Christa Jaya
Direktur utama BPR Christa Jaya, Wilson Liyanto dalam kesempatan yang sama turut mengomentari keputusan para notaris yang memboikot BPR Christa Jaya.
“Kami sangat menghargai profesi notaris. Proses boikot kami sangat hargai. Kasus ini sudah berjalan sesuai fakta dan data.
Ada bentuk solidaritas teman-teman notaris di NTT. Kami juga mau sampaikan bahwa Bank menjual kasa ke masyarakat. Tentu tidak terlepas dari peran notaris,” kata Wilson.
Menurut dia, Proses kredit yang dilakukan membutuhkan notaris.
“Kami juga ingin ke depan proses mediasi dan pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu. Kami berharap bisa duduk bersama dan mencari solusi untuk jalan keluar. Kami bisa menjelaskan lebih detail agar teman-teman notaris bisa melihat kronologisnya,” katanya.
Wilson juga mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir dengan BPR Christa Jaya.
“Kita diawasi oleh OJK. setiap tahun diperiksa. Semua aktivitas didalam perbankan diawasi dan dikontrol. Ini permasalahan hukum. Itu menjadi fakta hukum yang sudah berjalan. Masyarkat tidak perlu kwartir karena di sini yang dirugikan adalah pihak BPR Christa Jaya,” katanya.
Menurut dia, hingga kini pihaknya masih membuka ruang dialog dengan Notaris Albert Riwu Kore.
“Kami sampai saat ini masih membuka ruang untuk berkomunikasi. Kami tidak ada niat untuk meng-kriminialisasi siapapun,” tandas dia.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba