Kupang, Vox NTT- Laporan Polisi dengan nomor LP/B/344/VIII/Res. 1.11/2020 yang dilaporkan oleh Yohanes Yap pada tanggal 26 Agustus 2020 di Polda NTT hingga kini belum menemui titik terang.
Untuk diketahui, laporan tersebut telah dihentikan oleh penyidik Polda NTT pada tahap penyelidikan dengan nomor surat S.Tap/55a./VII/2001 tertanggal 21 Juli 2021.
Melalui Penasihat hukumnya Yonatan Tarru Happu, mengajukan pengaduan masyarakat yang ditujukkan kepada Kapolda NTT dan tembusan kepada Kapolri dan Irwasum pada tanggal 07 Maret 2022.
“Tidak terlalu lama pengaduan tersebut langsung dijawab oleh Polda melalaui Irwasda dengan perintah agar laporan polisi itu dibuka kembali sejak tanggal 21 April 2022,” ungkap Yonathan.
Sebagai Penasihat hukum pelapor, Yonathan menilai bahwa Polda NTT dan penyidik terkesan lamban dan tidak serius dalam mengusut tuntas perkara yang dilaporkan oleh kliennya.
“Sebab saya melihat kinerja Polda dan penyidik terkesan lamban dan tidak serius mengusut perkara ini sehingga sampai saat ini sejak dibuka kembali masih dalam penyelidikan,” ujarnya.
VoxNtt.com sudah berjumpa dengan penyidik Direskrimum Polda NTT pekan lalu. Kepada VokNtt.com, Joel Elman S selaku penyidik mengatakan bahwa pihaknya sementara menunggu perincian dari pelapor untuk membuktikan adanya hak pelapor yang digelapkan oleh Komisaris PT Dian Sentosa.
“Yang penting pelapor bisa buktikan itu bisa dilanjutkan,” kata Joel.
Menurutnya, uang pribadi pelapor yang digelontorkan untuk pekerjaan proyek belum diberikan ke penyidik sebagai perincian.
“Kasus ini saya sudah dua kali gelar perkara, di situ hanya diminta pembuktian dana pribadi pelapor selain dari PT,” ujar dia.
“Selama bisa dibuktikan ada dana pribadi pelapor di situ untuk lanjutkan pekerjaan proyek saya kira bisa diproses cepat,” lanjutnya menegaskan.
Sementara itu, Penasihat hukum pelapor Yonatan Tarru Happu, ketika ditemui media ini menegaskan bahwa semua penegak hukum berpatokan pada KUHAP tentang Alat Bukti.
“Kita tidak bisa pakai alat bukti di luar KUHAP karena Undang-undang sudah mengatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang alat bukti yang sah,” ujarnya.
Menurutnya, surat perjanjian yang dibuat oleh kliennya bersama mandor itu sudah terang benderang nilai uangnya dan jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh setiap mandor.
“Di surat perjanjian itu kan sudah ada nilai uangnya dan juga item pekerjaan yang dikerjakan oleh mandor tadi, sehingga surat perjanjian itu membantu penyidik sebagai petunjuk dalam mengungkap kasus itu sampai tuntas,” ujar dia.
Menurutnya, Surat Perjanjian itu dibuat dengan 3 orang mandor borongan dan 1 orang pengawas lapangan dan sudah diserahkan ke penyidik.
“Sudah diperiksa satu mandor borongan sebagai saksi dan saksi itu mengakui betul apa yang dikerjakan dan nilai uangnya semua sudah sesuai yang ada dalam perjanjian. Tapi masih ada beberapa saksi yang belum diperiksa,” ujar dia.
Yonathan menegaskan, penyidik tidak boleh beralasan menunggu perincian.
“Kenapa tidak panggil saksi yang lain untuk diperiksa. Saya bahkan beritahukan ke penyidik bahwa saksi sudah siap untuk diperiksa dan sampai saat ini saksi saksi itu belum diperiksa karena penyidik beralasan dia sementara sibuk. Jangan karena kita alasan sibuk urus perkara lain lalu perkara lain diabaikan, ini kan konyol dan tidak profesional ungkapnya,” tegasnya.
Sedangkan, terkait nota belanja yang dimintakan penyidik kepada kliennya bahwa ia sebagai penasihat hukum pelapor sudah menyerahkan langsung kepada penyidik nota tersebut.
“Nota belanja itu saya sudah berikan langsung ke penyidik untuk penuhi permintaan penyidik, dan itu saya kira sebagai bonus tambahan untuk penyidik karena saya menilai bahwa surat perjanjian itu sudah jelas dan terang soal nilai uang yang klien saya keluarkan untuk pekerjaan itu,” tegasnya.
Menurutnya dalam beberapa kesempatan, penyidik beralasan kekurangan alat bukti.
“Hemat saya kalau memang penyidik belum yakin dengan surat perjanjian itu tinggal hadirkan ahli untuk menjelaskan. Saya akan tetap kawal kasus ini sampai tuntas sehingga klien saya mendapat keadilan serta hak haknya,” imbuh dia.
Polda Terkesan Lamban
Lebih lanjut, Yonathan menyebut kinerja Polda NTT yang lamban dalam menangani kasus ini.
“Saya jadinya bertanya tanya kok sekelas Polda saja lamban sekali dalam mengungkap kasus penggelapan seperti ini, masyarakat mau cari keadilan di mana lagi kalau bukan melaui polisi yang menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum di republik ini,” ujar dia.
Ketika ditanya media ini terkait apakah ada upaya restorastive justice dalam perkara ini dari pihaknya, Yonathan menegaskan bahwa ia sudah beberapa kali meminta kepada penyidik untuk mempertemukannya dengan terlapor atau penasihat hukum terlapor.
“Saya sudah beberapa kali minta ke penyidik untuk mempertemukan kliennya dengan terlapor atau pertemukan saya dengan penasihat hukum terlapor dan penyidik bilang ia tapi waktu saya ke polda lagi pertanyakan kapan waktunya untuk kami dipertemukan penyidik bilang belum konfirmasi ke penasihat hukum terlapor,” katanya.
Ia meminta agar penyidik segera memanggil saksi yang belum diperiksa dan menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan. Sebab, menurutnya perkara ini sudah layak dinaikkan statusnya.
“Untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka penyidik cukup mengantongi dua alat bukti dan alat bukti sesuai KUHAP itu sudah terpenuhi dalam perkara ini,” tutup dia.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba