Betun, Vox NTT- Menjadi pemimpin bukan hal yang mudah didapatkan. Butuh kerja keras dan perjuangan yang tidak mengenal lelah untuk menggapainya.
Hal itu dirasakan dan dialami langsung oleh Nikolas Neno, Ketua Yayasan Cartintes Atambua.
Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan itu mulai didirikan tahun 2012 dan mulai beroperasi resmi di tahun berikutnya hingga kini.
Kisah Nikolas Neno, awal mula mendirikan Yayasan Plus SMK Cartintes butuh perjuangan yang keras.
Banyak rintangan yang datang menghadang. Namun tekat dan semangat mencerdaskan bangsa, melunturkan segala macam rintangan yang menghalangi itu.
Perjuangan itu membuahkan hasil. Bukan harta dan jabatan mentereng, namun aset masa depan bangsa yang dihasilkan.
Kini, SMK Cartintes sudah menamatkan 10 angkatan yang menyebar di daratan Timor. Banyak juga sementara melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi.
Awalnya, SMK Cartintes hanya ada satu jurusan yakni kesehatan. Namun kini, sudah ada jurusan pertanian, dan otomotif ringan. Itu berkat perjuangan sang pendiri sekaligus pemiliknya, Nikolas Neno.
“Semua itu butuh kerja keras, kesabaran dan ketulusan. Niat baik pasti selalu diberkati Tuhan. Intinya kita bersabar, karena waktu Tuhan tidak ada yang tau,” ungkap Nikolas Neno, Senin (13/02/2023).
Senior tua organisasi THS – THM Distrik Keuskupan Atambua ini dikenal mempunyai pribadi yang tegas, ulet dan jujur.
Dia juga punya semangat melayani sesama tanpa mengenal lelah. Ibarat kata pepatah, umur boleh tua, namun semangat dan jiwa harus tetap muda. Pensiunan ASN pada Dinas Pendidikan dan
Budayawan Belu itu hingga kini masih aktif memberikan latihan fisik untuk organisasi THS – THM Ranting Paroki Tukuneno, walau umurnya sudah menginjak kepala enam.
“Untuk urusan kemanusian, tidak ada kata pensiun. Semangat pelayanan tetap dilaksanakan,” kata putra asli Malaka itu, yang kini menjadi bakal calon anggota DPRD Provinsi NTT, Dapil 7 (Belu, Malaka, TTU) melalui PKB.
Kata Nikolas Neno, awal mula mendirikan SMK Cartintes Atambua itu sempat diejek banyak orang.
Wajar saja, mantan ekonom pada Dinas Pendidikkan dan Kebudayaan Belu itu tidak ada latar belakang sebagai pendidik.
Dia hanyalah staf biasa yang 20 tahun dipercaya menjadi bendahara khusus penyaluran gaji guru seluruh Belu.
Kini, 10 tahun berlalu, SMK Cartintes sudah diakui negara dan sudah berdiri kokoh beberapa gedung sekolah dan asrama di Kelurahan Fatukbot, Kecamatan Atambua Selatan, Kabupaten Belu.
“Tamatan SMK Cartintes pasti bisa hidup di masyarakat karena di sini mereka ditempa untuk hidup mandiri dan sudah bisa kreatif untuk bisa menghasilkan uang sendiri,” ungkap Nikolas Neno.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba