Oleh:
Marselina Lorensia, M.Pd
Ketua Bawaslu Kabupaten Manggarai
Sesuai amanat UUD pasal 22E bahwa pemilu dilaksanakan oleh suatu komisi penyelenggara pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Di dalam UU 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, dinyatakan bahwa komisi pemilihan umum itu terdiri dari KPU, Bawaslu dan DKPP.
KPU berwenang secara teknis penyelenggaraan, Bawaslu berwenang sebagai pengawas penyelenggaraan dan DKPP sebagai dewan etik. Terkait pedoman perilaku penyelenggara pemilu sudah diatur dalam UU 7 tahun 2017 tentang prinsip penyelenggara dan sumpah jabatan yang lebih lengkap dijabarkan dalam peraturan DKPP.
Prinsip penyelenggara tersebut adalah mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efisien.
Bawaslu sebagai salah satu penyelenggara mempunyai peranan yang tidak kalah penting dari KPU.
Berdasarkan amanat UU 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, tugas dan wewenang Bawaslu bukan hanya melakukan pengawasan sesuai dengan namanya tetapi juga melaksanakan tugas dan wewenang lain yakni pencegahan, penindakan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa.
Dilihat dari semua tugas ini, maka menjadi seorang anggota Bawaslu atau pengawas pemilu haruslah seorang yang bukan hanya mampu meng-observe tapi juga harus mampu dalam hal hukum, karena pengawas pemilu juga berperan sebagai penegak hukum pemilu.
Untuk dapat melakukan pekerjaannya, seseorang pengawas pemilu dituntut untuk memiliki kemampuan atau keterampilan. Kemampuan (ability) menurut Robins adalah kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu.
Jika dikaitkan dengan definisi ini maka kemampuan pengawas merujuk pada kapasitas dia melakukan berbagai tugas dan wewenang pengawasan pemilu yang dimandatkan oleh Undang-undang kepadanya.
Mari kita bahas kemampuan atau keterampilan yang berhubungan dengan keempat kewenangan pengawas pemilu itu secara detail. Mulai dari pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu.
Pengawasan merupakan proses mengamati seluruh rangkaian aktivitas untuk mengetahui apakah sesuai dengan rencana dan aturan yang ditetapkan.
Dalam hubungan dengan pengawas pemilu maka pengawasan adalah proses untuk mengawasi teknis pelaksanaan tahapan pemilu yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya apakah sesuai dengan mekanisme, tata cara atau prosedur.
Maka boleh katakan bahwa dimana ada KPU dan jajarannya dengan semua kerja-kerja teknisnya maka disitu ada pengawas pemilu untuk memastikan semua tahapan dilakukan sesuai dengan tata cara, mekanisme dan prosedur yang diatur dalam ketentuan.
Berdasarkan pengalaman penulis, untuk dapat melakukan tugas ini kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang pengawas pemilu adalah kemampuan memahami dan kemampuan berpikir.
Sudjiono mendefinisikan kemampuan memahami sebagai kemampuan mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dalam berbagai segi. Memahami arti bukan sekadar tahu tapi tahu banget.
Dalam konsep pengawasan, setiap tahapan mempunyai aturan berbeda-beda, pengawas dituntut tidak hanya untuk mengetahui hal-hal teknis saja, tapi juga harus lebih paham tentang substansi. Sebab, ia harus memutuskan apakah yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya sudah sesuai atau tidak.
Jadi, boleh dikatakan bahwa selain tahu definisi atau pengertian tentang teknis pelaksanaan tahapan, ia harus bisa menilai dan mengambil kesimpulan. Itu berarti bahwa kemampuan berpikir sangatlah dibutuhkan.
Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand).
Pendapat ini menunjukkan bahwa untuk menyatakan sesuatu sudah sesuai atau belum maka haruslah dibutuhkan kemampuan berpikir dan secara lebih spesifik kemampuan berpikir kritislah yang dibutuhkan melalui tahapan mengidentifikasi, menganalisa dan mengevaluasi benar dan salah. Jadi kemampuan berpikir levelnya diatas kemampuan memahami.
Dalam pengawasan tahapan pemilu, seorang pengawas pemilu akan mengidentifikasi hal-hal teknis (mekanisme, tata cara dan prosedur) dari tahapan yang sedang dilakukan oleh KPU dan jajaran lalu dihubungkan dengan mekanisme, tata cara dan prosedur yang diatur dalam norma atau regulasi.
Selanjutnya ia akan mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan dengan konsep dalam regulasi. Ini tentunya tidak mungkin bisa dilakukan jika pengawas pemilu tidak paham mekanisme, tatacara dan prosedur dan juga tidak bisa menentukan atau mengevaluasi mekanisme tata cara dan prosedur yang dilakukan.
Jadi, boleh disimpulkan bahwa dalam hubungan dengan pengawasan, memahami berarti mengetahui secara detail apa saja hal-hal yang akan menjadi fokus dan obyek pengawasan.
Sedangkan berpikir artinya mengevaluasi atau menilai apa yang dilakukan sudah benar atau tidak, lalu mengambil tindakan yang sesuai dengan hasil evaluasi.
Tugas berikutnya dari pengawas pemilu adalah melakukan pencegahan. Pencegahan adalah tindakan, langkah-langkah, upaya mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran yang mengganggu integritas proses dan hasil Pemilu.
Dalam Perbawaslu sudah diatur berbagai model dan strategi upaya pencegahan yang dapat dilakukan dan dikembangkan oleh pengawas pemilu.
Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut selain kemapuan memahami dan kemampuan berpikir maka kemampuan lain yang dibutuhkan adalah kemampuan komunikasi.
Kata komunikasi dalam bahasa inggris communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide, gagasan, perasaan, dan lain-lain antara dua orang atau lebih.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah pertukaran pesan verbal ataupun nonverbal antara pengirim dan penerima pesan yang berisi informasi, gagasan, ide, pikiran dan perasaan dengan tujuan untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau pikiran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Komunikasi dalam pengawasan pemilu artinya pertukaran ide atau informasi dari pengawasan ke pihak lain atau sebaliknya. Dalam melakukan pencegahan, komunikasi diperlukan untuk menemukan potensi-potensi pelanggaran yang mungkin akan terjadi dimasa mendatang.
Informasi potensi pelanggaran ini bisa bersumber dari berbagai pihak baik dari penyelenggara pemilu, peserta, pemerintah maupun dari masyarakat. Untuk mendapatkan informasi ini tentunya dibutuhkan komunikasi yang baik dengan pihak-pihak tersebut.
Setelah menemukan potensi masalah maka lanjutannya adalah menentukan strategi apa yang akan dilakukan agar potensi pelanggaran tidak kemudian menjadi pelanggaran. Strategi itu bisa ditemukan melalui diskusi dengan para pihak juga bedah aturan.
Selain untuk menemukan potensi masalah, salah satu bentuk pencegahan adalah pemberian informasi kepada berbagai pihak.
Kita juga tidak dapat menyangkal bahwa pelanggaran itu terjadi karena ketidakpahaman pihak tertentu terhadap pelanggaran pemilu.
Di sinilah dibutuhkan pemberian informasi secara utuh dari para pengawas pemilu kepada masyarakat. Maka Komunikasi verbal juga dilakukan diperhatikan saat penyampaian pesan-pesan pengawasan pemilu kepada masyarakat.
Kemasan pesan yang disampaikan harus disesuaikan dengan kondisi pihak yang diundang dalam kegiatan tersebut. Kemasan pesan harus dibuat dalam berbagai bentuk agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh yang mendengarkan.
Jadi, dapat kita katakan bahwa dalam seluruh rangkaian upaya pencegahan, kemampuan komunikasi menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang pengawas pemilu.
Membangun relasi yang baik dengan semua pihak dalam kerangka untuk menemukan potensi pelanggaran dan strategi pengawasan dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya melalui kegiatan tatap muka langsung dengan pihak lain.
Ketika bertatap muka inilah pengawas pemilu membuat komunikasi yang baik dan benar dengan tetap menjaga kesantunan.
Hal ini senada dengan yang dikatakan Fritz Edward Siregar bahwa kompetensi yang dibutuhkan pengawas pemilu adalah komunikasi.
Para pengawas pemilu harus memiliki kemampuan komunikasi yang efektif dan efisien, mampu berbicara terkait kepemiluan, serta mampu menggunakan media dan sarana komunikasi.
Selain kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis juga dibutuhkan dalam kerangka pencegahan.
Dari informasi potensi pelanggaran yang ditemukan dari berbagai pihak, pengawas pemilu menghubungkan dan menentukan strategi pencegahan yang cocok untuk potensi pelanggaran tersebut.
Pengawas harus kritis menentukan model maka yang cocok dilakukan atau disampaikan ke masyarakat agar potensi pelanggaran tidak menjadi pelanggaran.
Kewenangan yang juga dimiliki pengawas pemilu adalah melakukan penindakan. Penindakan adalah serangkaian proses penanganan pelanggaran yang meliputi temuan, penerimaan laporan, pengumpulan alat bukti, klarifikasi, pengkajian, dan/atau pemberian rekomendasi, serta penerusan hasil kajian atas temuan/laporan kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti.
Pelanggaran bisa berasal dari temuan yakni hasil dari evaluasi terhadap pelaksanaan tahapan dengan norma atau regulasi yang mengatur prinsip berkepastian hukum mau menekankan bahwa semua proses yang dilakukan harus sesuai dengan norma hukum.
Dengan kata lain, temuan adalah hasil kerja pengawas pemilu sebagai hasil dari pengawasan. Hal ini menunjukan bahwa seorang pengawas pemilu harus mampu menyatakan bahwa yang dilakukan oleh penyelenggara teknis atau peserta pemilu sudah benar atau belum.
Ketika ada dugaan pelanggaran maka kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pengawas adalah kemampuan memahami dan kemampuan berpikir kritis untuk menentukan dugaan pelanggaran dan jenis pelanggaran yang ditemukan.
Pelanggaran bisa juga berasal dari laporan masyarakat maka ketika ada laporan yang masuk ke jajaran pengawas pemilu harus dapat ditangani sesuai peraturan perundang-undangan.
Maka kemampuan memahami dan kemampuan berpikir serta kemampuan komunikasi haruslah menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki.
Ketiga kemampuan ini dibutuhkan mulai dari awal proses penindakan baik dari temuan maupun laporan. Pengawas pemilu harus paham tentang konsep pelanggaran dan penindakan, mampu menangani dan menentukan jenis pelanggaran dan output yang dihasilkan dengan tepat serta mampu menemukan informasi apa yang dibutuhkan dalam kerangka menerima, mengklarifikasi dan memutus atau merekomendasi dugaan pelanggaran.
Sebagai sebuah lembaga, pengawas pemilu dilengkapi dengan unsur-unsur organisasi. Dari sisi SDM, ada pimpinan, ada kesekretariatan dan ada juga jajaran di tingkat bawah.
Sebagai seorang pengawas pemilu, kemampuan memimpin dan mengelolah organisasi juga sangat dibutuhkan.
Pengawas pemilu harus bisa me-manage organisasi dengan memaksimalkan sumber daya yang ada agar visi, misi, serta tujuan lembaga dapat tercapai.
Merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi merupakan rangkaian besar tahapan pengelolaan lembaga. Hal ini tentunya tidak sesederhana yang dibayangkan.
Sebagai seorang pimpinan tentunya kita harus mampu memberikan petunjuk atau arahan bagi jajaran ditingkat bawah.
Pemahaman tentang tugas harus mendalam disertai juga kemampuan mentransfer pengetahuan dalam bentuk petunjuk dan arahan.
Dengan adanya lebih dari satu pimpinan dalam lembaga maka kemampuan bekerja sama juga menjadi penting. Prinsip kolektif kolegial haruslah dipahami dan dijalankan dengan baik.
Soliditas menjadi kunci keberhasilan menjalankan program pengawasan pemilu. Pleno adalah forum tertinggi pengambilan keputusan, di mana semua hal harus diputuskan dalam pleno.
Sebuah keputusan berkonsekuensi terhadap yang mengambil keputusan sehingga pleno menjadi napas lembaga pengawas pemilu dan kita semua wajib menjalankannya.
Tidak dipungkiri bahwa dalam pleno akan sangat mungkin pada saat tertentu apa yang kita harapkan tidak bisa diambil sebagai keputusan karena suara terbanyaklah yang wajib dijalankan.
Ini butuh kebesaran hati untuk menerima dan menjalankan keputusan lembaga. Walaupun kita tidak sependapat, tetap keputusan pleno yang harus kita patuhi dan pedomani.
Dalam melaksanakan kewenangan penindakan, keberanian juga sangat dibutuhkan. Mental seorang pengawas harus tahan uji terhadap tekanan yang datang baik dari internal maupun dari eksternal pengawas.
Setiap keputusan yang diambil dalam kerangka penindakan tentunya akan mempengaruhi pihak yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.
Memutuskan bahwa ada dugaan pelanggaran terbukti dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran tentunya tidak hanya butuh kemampuan kognitif yang baik tapi hal lain yang tak kalah penting bagaimana keputusan itu disampaikan.
Bahkan menetapkan sebuah dugaan pelanggaran sebagai temuan juga berisiko bagi seorang pengawas.
Di sinilah keberanian untuk menanggung risiko menjadi hal yang paling penting. Tidak ada kata takut dalam kamus pengawas pemilu jika semua yang dilakukannya sesuai dengan aturan.
Salah satu kendala dalam pelaksanakan pengawasan pemilu adalah keterbatasan personel.
Obyek pengawasan terdiri atas KPU dan jajaran, peserta dan para tim, pemerintah dan kebijakan, serta masyarakat dengan berbagai kepentingan.
Dengan jumlah yang terbatas maka pada posisi tertentu pengawas pemilu tidak mungkin melakukan pengawasan langsung terhadap tahapan.
Belum lagi dengan kondisi lapangan dengan berbagai hambatan baik dari akses transportasi maupun komunikasi merupakan salah satu masalah klasik pengawas pemilu.
Manajemen atau pengelolaan waktu menjadi salah satu bagian yang penting untuk diperhatikan.
Di samping pengelolaan waktu, kesehatan menjadi hal yang nomor satu. Pengawas tidak boleh sakit. Itulah mengapa, keterangan sehat jasmani dan rohani menjadi salah satu syarat penting menjadi pengawas.
Menjadi pengawas pemilu yang berkarakter pengawas itu hal yang mudah diucapkan namun cukup sulit untuk bisa diterapkan.
Pendidikan bukan satu-satunya ukuran seorang mampu menjadi pengawas pemilu berkarakter karena ukurannya bukan dari seberapa banyak isi kepala tapi juga dipengaruhi oleh kemampuan interpersonal.
Maka dapat saya simpulkan bahwa seorang pengawas pemilu dalam menjalankan tugas dan wewenang harus mempunyai insting pengawasan dan itu lahir dari pengalaman yang terus selalu diasah dan diperbaharui.
Suksesnya penyelenggaraan pemilu salah satu faktor utama adalah pengawas utama. Patuh pada prinsip penyelenggara pemilu dan selalu mengembangkan kemampuan diri menjadi harga mati bagi pengawas pemilu.