Oelamasi, Vox NTT- Wajah Marselina Tipnoni tampak kelelahan. Dia terlihat sesekali mengelap keringat dari dahinya.
Sejak pagi pukul 09.00 Wita pada Senin (15/01/2024) pagi, Marselina dan kuasa hukumnya Yance Tobias Mesah sudah menuju ke Polres Kupang di Babau.
Kedatangan Marselina adalah untuk diperiksa kembali. Hingga pukul 15.00 Wita, proses BAP Mama Marselina baru usai.
Kurang lebih empat tahun yang lalu, pada 2019, lahan seluas kurang lebih dua hektare milik Marselina di Desa Penfui Timur tiba-tiba dikuasai oleh Ayub Tosi.
Beberapa rumah dirusaki, pohon ditebang. Pagar batu milik Marselina juga dihancurkan.
Marselina dan anak serta cucunya terpaksa mengungsi ke rumah kerabat. Sementara lahan dan rumah mereka dikuasai oleh orang lain.
“Mereka datang banyak orang ada pake preman. Kami tidak bisa lawan,” kata Marselina dalam dialog Bahasa Indonesia yang terbata.
Marselina menyebut beberapa pohon jati yang ditanam oleh orangtuanya juga ikut digusur.
Ayub Tosi disebut menguasai lahan tersebut karena memiliki bukti dokumen.
Marselina dibantu kuasa hukumnya Yance Tobias kemudian melaporkan dugaan penggunaan dokumen palsu dalam penguasaan lahan yang dilakukan oleh Ayub Tosi.
Laporan dugaan penggunakan dokumen palsu itu tercatat dengan nomor Laporan Polisi Nomor: LP/B/357/IX/2019/NTT/ Polres Kupang pada 13 September 2019.
Selang beberapa bulan diproses di Polres Kupang, laporan polisi Marselina kemudian dihentikan.
Hal itu berdasarkan Surat Ketetapan Nomor S.TAP/19/X/2020/Reskrim tanggal 19 Oktober 2020 tentang Penghentian Penyidikan.
Pada surat SPPP yang dikeluarkan oleh polisi, disebutkan bahwa laporan Marselina tidak memiliki bukti yang kuat.
Didampingi kuasa hukumnya pada 19 Juli 2023 Marselina mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kasat Reskrim Polres Kupang ke Pengadilan Negeri Oelamasi dengan Perkara Nomor: 3/Pid. Prap/2023/PN. Olm.
Hakim pada Pengadilan Negeri Kupang mengabulkan Praperadilan Marselina. Pada amar putusan bulan Juli 2023 lalu, hakim menyebut bahwa laporan Marselina sudah memenuhi dua alat bukti.
Yance menyebut dalam sidang praperadilan ada dua bentuk kejanggalan yang dibuka; pertama, barang bukti dokumen landreform yang palsu.
Hal itu setelah diuji laboratorium forensik menunjukkan bahwa dokumen milik Ayub Tosi bukan asli.
Kedua, pencatutan nama ahli yakni Dr. Pius Bere yang dipakai penyidik menghentikan perkara laporan Marselina.
Ahli tidak pernah dimintai keterangan karena tidak memiliki bukti BAP.
Hakim dalam amar putusan memerintahkan Kapolres Kupang melalui Kasat Reskrim untuk memproses lanjut laporan polisi tersebut.
Sebagai kuasa hukum, Yance kemudian mengadukan Kasat Reskrim Polres Kupang ke Kapolda NTT pada 4 Januari 2024.
Hal itu dilakukan karena Polres Kupang belum juga melaksanakan perintah putusan prapradilan soal laporan Marselina.
Setelah diminta klarifikasi soal laporan ke Kapolda NTT pada 9 Januari 2024 lalu, Yance selaku kuasa hukum dan Marselina mendapat surat panggilan dari penyidik Polres Kupang untuk diperiksa kembali tentang laporan polisi yang dilayangkan empat tahun yang lalu itu.
Marselina megaku hanya ingin tanahnya dikembali. Tanah tempat dia berkebun dan menghidupi anak dan cucunya. Tanah yang dia peroleh turun temurun dari leluhurnya.
“Di situ ada empat kubur milik nenek dan orang tua saya,” katanya.
Usai kasus ini dibuka kembali, Marselina berharap polisi membantunya mengambil kembali tanah miliknya.
“Kalau bisa Pak Polisi Bantu ambil kembali kami punya tanah,” kata dia sayup-sayup.
Sedangkan Yance berharap polisi dapat secara profesional menangani kasus ini.
“Apalagi Kapolres Kupang baru, Kanit juga baru saya berharap banyak kasus ini dibuka secara terang,” kata dia.
“Kasihan ini masyarakat kecil yang tidak bisa melawan. Apalagi mereka tidak punya apa-apa lagi. Itu tanah biasa mereka bercocok tanam untuk bertahan hidup,” katanya.
Penulis: Ronis Natom