Vox NTT-Sejak akhir 2014, pemerintah telah mencabut 118 izin perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia. Sebagian perusahaan yang izinnya dicabut, terbukti menyalurkan pekerja migran Indonesia ke negara yang masuk dalam daftar moratorium penempatan.
Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kemeterian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Soes Hindharno, Rabu (21/3), di Jakarta, menyebutkan, jumlah perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (kini bernama perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia/P3MI) mencapai 565 unit pada akhir tahun 2014.
Data terakhir menunjukkan, jumlah P3MI menjadi sekitar 447 unit karena ada pencabutan surat izin usaha kepada perusahaan yang menyalahi regulasi dan mengabaikan perlindungan pekerja.
Sepanjang 2018, Kemnaker memberhentikan sementara 7 P3MI dengan durasi enam bulan.
Jika mereka tidak memperbaiki kinerja, pemerintah akan mencabut izin usaha. Soes mengemukakan, UU No 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengubah peran swasta.
Sebelumnya, perusahaan dan calo mencari calon pekerja sampai ke desa, mengurus dokumen keberangkatan, melatih, menampung, lalu memberangkatkan. Calon pekerja seringkali harus berutang untuk menutup biaya yang dipungut perusahaan.
Sekarang, peran swasta menjadi agen penempatan. Calon pekerja migran dituntut lebih aktif. Pengurusan data atau dokumen pemberangkatan dilakukan di Layanan Terpadu Satu Atap. Untuk urusan pelatihan kerja, pemerintah daerah terlibat aktif.
Pasal 54 UU 18/2017 menyebutkan, P3MI harus memiliki modal disetor dalam akta pendirian paling sedikit Rp 5 miliar. Di UU 39/2004, jumlah modal yang harus disetor Rp 3 miliar. P3MI harus menyetor uang kepada pemerintah dalam bentuk deposito paling sedikit Rp 1,5 miliar yang sewaktu-waktu bisa dicairkan sebagai jaminan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Sesuai data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pekerja migran Indonesia yang ditempatkan sepanjang 2015 275.736 orang, terdiri dari 152.394 pekerja formal dan 123.342 pekerja informal.
Jumlahnya pada 2016 menjadi 234.451 orang dan pada 2017 menjadi 261.820 orang. Selama 2012-Januari 2018, 1.288 pekerja migran Indonesia meninggal. Data ini diolah Migrant Care berdasarkan laporan BNP2TKI.
Jaminan sosial
Ketua Presidium Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Saiful Mashud menilai, UU 18/2017 mengubah peran pihak yang berurusan dengan pelatihan calon pekerja dari swasta ke pemerintah. Tantangannya adalah seberapa kuat persiapan pemerintah, misalnya dalam penyiapan dana latihan. ”Kalau amanat UU, kami harus mendukung,” ujar Saiful seperti dilansir dari Kompas.id, Jumat (23/03/2018).
Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mulai menjangkau para pekerja migran di berbagai negara. Saat ini, baru 138.000 pekerja migran yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, mengakui, ada sejumlah tantangan. ”Apa buruh migran harus kembali dulu dan ketika memperpanjang (masa kerja), lalu kami cover? Tidak. Kami hadir di negara penempatan. Pertama, kita hadir dalam bentuk digital,” ujar Agus.
Sumber: Kompas.id