Ruteng, Vox NTT- Dialog Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dengan sejumlah pimpinan DPRD Manggarai dan anggota Pansus aset tanah, Rabu (12/12/2018), diwarnai aksi pukul dan dorong meja.
Dialog yang berlangsung di ruangan Komisi A DPRD Manggarai itu bermula ketika GMNI menyampaikan sejumlah tuntutannya terkait penyerahan aset tanah pemerintah kepada Depot BBM Pertamina Reo, Kecamatan Reok.
Namun saat Ketua Pansus aset tanah Rafael Nanggur usai menyampaikan penjelasannya kepada puluhan aktivis GMNI Cabang Manggarai, tiba-tiba Marsel Nagus Ahang meminta waktu untuk menyatakan pendapatnya.
Wakil Ketua I DPRD Manggarai Paulus Peos yang memimpin dialog tersebut pun langsung menyahut untuk menyudahi pertemuan. Sebab, sebelumnya ia mengacu kepada mekanisme yang sudah disepakati saat dialog berlangsung.
Marsel Ahang yang adalah salah satu anggota Pansus aset tanah di Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok itu tiba-tiba marah-marah. Ia meminta agar pertemuan dengan aktivis GMNI tetap dilanjutkan dan tidak boleh ditutup dulu.
“Pimpinan jangan dulu tutup, saya anggota Pansus. Ini ada apa-apa ini, sarat dengan mafia politik di DPRD ini,” ujar Marsel dengan nada keras sambil kepalan tangan kanannya memukul meja.
Paul Peos yang tak terima dengan tindakan tersebut langsung meminta Polisi yang sedang berjaga untuk mengamankan Marsel Ahang.
“Jangan!” teriak Marsel. “Mekanisme sudah kita sepakati!” sambar Paul Peos dengan nada keras.
Tak terima dengan hal tersebut, Marsel Ahang pun sempat mendorong meja di depan tempat duduknya. Ia berdiri dan keluar dari tempat duduknya.
Aksi perang mulut dengan Paul Peos dan sejumlah anggota dewan lain pun tak terhindarkan.
Marsel Ahang tidak puas lantaran Paul Peos melalui pemberitaan media massa dikabarkan telah menolak tanah di Reo agar dihibahkan ke PT Pertamina.
Namun, tandas dia, sikap penolakan tersebut justru tidak muncul saat dialog dengan aktivis GMNI Cabang Manggarai.
Marsel Ahang terus marah-marah dalam beberapa saat. Sementara Paul Peos dan sejumlah anggota DPRD lain lebih memilih diam sambil berdiri.
Kemarahan Marsel Ahang kemudian meredup, setelah beberapa anggota Polisi merangkulnya sambil melakukan pendekatan persuasif.
Keputusan Hibah Perlu Ditinjau Kembali
Ketua GMNI Cabang Manggarai, Ricky Joman meminta agar keputusan DPRD Manggarai untuk menghibahkan tanah seluas 24.640 meter persegi di Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok itu perlu ditinjau kembali.
Ricky beralasan, tanah milik Pemda Manggarai tersebut masih sangat dibutuhkan untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). Apalagi, kata dia, Manggarai adalah satu kabupaten termiskin. Sebab itu, aset tanah diharapkan bisa dioptimalkan untuk menunjang pendapatan daerah.
Dalam kesempatan dialog, Ricky juga menilai bahwa DPRD Manggarai tidak punya marwah seputar proses penyerahan hibat aset tanah ke PT Pertamina.
Alasannya, anggota Pansus dengan mudah digiring PT Pertamina untuk melakukan pertemuan di sebuah hotel mewah di Bali pada 5-6 November 2018 lalu. “Siapa sih mereka (PT Pertamina),” tandas Ricky dengan nada sinis.
Senada dengan Ricky, Demisioner Sekjen GMNI Cabang Manggarai periode 2016-2018, Gui Jeheman menyatakan, pertemuan anggota Pansus dengan Tim Jaksa Pengacara Negara dan pihak PT Pertamina di ruang rapat Hotel Patra Jasa Bali di Jl.Ir.H. Juanda Kuta Bali itu patut diduga ada konspirasi.
Seharusnya, kata dia, Tim Jaksa Pengacara Negara dan pihak PT Pertamina yang datang ke DPRD Manggarai. Sebab, PT Pertamina yang membutuhkan aset tanah tersebut.
Sementara itu, Ketua Pansus aset tanah Rafael Nanggur dalam kesempatan dialog menjelaskan, pada tahun 1979 eksekutif melalui Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat edaran.
Dalam surat edaran bernomor: Btu.8/171/8-79, tanggal 13 Agustus 1979 tersebut mengamanatkan, gubernur dan bupati di seluruh Indonesia Timur menyiapkan tanah untuk membangun Depot BBM Pertamina dalam rangka melayani kebutuhan dasar masyarakat.
Selanjutnya, kata dia, untuk menguatkan surat Kementerian Dalam Negeri ini terdapat pula legal opinion Tim Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung.
“Secara de facto, tanah Depo Reo itu sudah dikuasai Negara melalui Pertamina sejak tahun (19)79. Dan, secara aturan itu sewa pakai atau hak guna bangunan,” kata Rafael.
Ia mengatakan, untuk menindaklanjutisurat Kementerian Dalam Negeri, bupati Manggarai Frans Dula Burhan saat itu menyerahkan tanah untuk disewapakaikan oleh PT Pertamina.
“Tapi proses administrasinya tidak sesuai. Sangat tidak sesuai dengan surat edaran. Dalam surat edaran (Kementerian Dalam Negeri) hibah. Tapi pelaksanaanya kita buat sewa pakai, maka sejak tahun 1979 itu hasil audit BPK ada temuan,” ujarnya.
“Jadi, tanah Depo Reo itu ada pencatatan pendobelan aset. Tanahnya oleh Pemda Manggarai, bangunannya oleh Pertamina,” sambung Rafael.
Menurut dia, menyikapi hal tersebut Negara hadir melalui Jaksa Pengacara Negara untuk segera melakukan proses hibah kepada PT Pertamina.
Ia menambakan, pada pasal 54 Permendagri Nomor 27 tahun 2014 memuat empat opsi dalam penyerahan tanah. Keempatnya, antara lain, penjualan, tukar menukar, penyertaan modal, dan hibah.
Rafael beralasan tidak memiliki ketiga opsi lain selain hibah karena Negara hadir melindungi segenap masyarakatnya. Negara hadir di Kabupaten Manggarai melalui pembangunan Depot BBM Pertamina Reo.
Dikatakan, Pansus kemudian mulai melakukan penelitian dan diawali dengan rapat perdana. Rapat itu untuk menetapkan schedule kunjungan ke Depot Pertamina Reo dan tanah Brimob di Dalo-Cancar.
“Terus sampai di Reo, saya minta Kepala Depo Pertamina Reo, siapa yang berwenang di Pertamina yang berkuasa penuh atas aset, karena kami harus menemukan pihak yang bersangkutan tidak bisa diwakili, karena yang menandatangani besok adalah bupati dan pemegang kuasa dari aset Pertamina,” terang Rafael.
Selanjutnya, Pansus melakukan rapat kembali untuk mengundang PT Pertamina bagian aset ke DPRD Manggarai. Tetapi melalui Jaksa Pengacara Negara memberitahukan bahwa mereka ada pertemuan di Bali bersama daerah lain yang melakukan proses hibah.
Anggota Pansus kemudian kembali menggelar rapat terkait rencana keberangkatan ke Bali. Namun Rafael mengaku, ada beberapa anggota Pansus yang tidak hadir karena alasan pribadi.
Rapat itu memutuskan agar anggota Pansus melakukan pertemuan dengan Tim Jaksa Pengacara Negara dan pihak PT Pertamina di Bali.
Dalam rapat di Bali, opsi lain selain hibah yang ditawarkan anggota Pansus tidak diterima oleh Jaksa Pengacara Negara. Karena itu, Pansus kemudian memutuskan untuk menghibahkan tanah di Reo tersebut kepada PT Pertamina.
Penulis: Ardy Abba