Borong Vox NTT- Fransiskus Nelson, Kepala Desa Urung Dora, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) dan aparatnya diduga telah melakukan pungutan liar (pungli).
Pungli itu diduga dilakuka dalam proses pembagian bantuan beras sejahtera (rastra) dari Program Keluarga Harapan (PKH) pada 11-12 Desember 2018.
Martinus Enos, warga Dusun Ceos RT 01, Desa Urung Dora mengatakan, modus pungli yang dilakukan Kades Fransiskus berupa uang transportasi, bayar penyimpanan beras sementara di rumah kepala dusun, foto copy kartu keluarga dan pungutan uang bagi penerima PKH yang tidak ikut bakti sosial di wilayah desa.
Martinus merincikan pungutan setiap penerima rastra. Itu antara lain; pungutan gudang penyimpanan sementara di rumah Kepala Dusun Kate sebanyak Rp 10.000, foto copy kartu keluarga sebanyak Rp 10.000 tiap kali penerimaan, dan bagi penerima PKH yang tidak ikut bakti sosial di wilayah Desa Urung Dora sebanyak Rp 50.000.
“Anehnya Pak, penerima PKH saja yang di suruh bakti. Sementara warga desa yang lain tidak disuruh,” ujar Martinus kepada VoxNtt.com, Rabu (12/12/2018).
“Tadi saya dengan aparat hampir berkelahi di kantor desa karena saya tolak permintaan mereka. Saya ribut di sana dengan mereka. Karena saya kebetulan salah satu penerima PKH yang tidak ikut bakti,” sambung dia.
Mertinus mengaku enggan membayar uang tagihan tersebut. Sebab, yang ia tahu rastra PKH dibagikan secara gratis kepada penerima.
”Saya hanya bayar Rp 20.000 saja. Itu uang ongkos angkut dari Dusun Kate ke Dusun Ceos sesuai permintaan mereka,” ungkap Martinus.
Martinus mengaku, Kades Fransiskus juga meminta uang tersebut kepada 100 penerima PKH lainnya.
“Jumlah beras yang kami terima yaitu 60 kg,” Aku Martinus
Warga lain, Wily Darman juga mengaku harus membayar uang yang diminta oleh Kepala Dusun Stefanus Jerabu dan aparat desa bagian Kesra Ardianus Sakang.
Menurut Wily, keduanya mengaku tagihan tersebut hasil kesepakatan rapat di tingkat desa bersama Penerima PKH lain.
“Saya juga harus membayar Rp 20.000 itu untuk uang sewa mobil dan bayar gudang,” katanya.
Terpisah, Kades Fransiskus membenarkan pungutan tersebut. Namun ia keberatan jika pungutan tersebut disebut pungli.
Menurut dia, uang Rp 10.000/penerima tersebut adalah untuk membiayai jasa orang yang menurunkan beras dari mobil ke rumah kepala dusun.
“Uang Rp 50.000 saya jelaskan begini, sebelumnya saya pernah suruh warga penerima PKH bakti jalan di sekitar desa untuk mempermudah lewat mobil angkut beras rasta PKH. Namun mereka tidak mau,” jelas Kades Fransiskus.
Karena ada warga penerima yang tidak mau ikut bakti sosial, Kades Fransiskus kemudian mencari dan membayar orang lain untuk mengerjakan jalan yang rusak agar kendaraan pengangkut rastra bisa lewat.
“Itu yang bayar karena tidak ikut bakti adalah sekitar 12 orang dari total 100 orang penerima PKH. Uangnya 12 kali Rp 50.000. Totalnya Rp 600.000,” jelasnya.
Sedangkan uang Rp 10.000 untuk foto copy kartu keluarga tiap kali menerima PKH, tegas dia, sama sekali tidak benar.
”Itu bohong,” ujar Kades Fransiskus.
KR: L. Jehatu
Editor: Ardy Abba