Atambua, Vox NTT- Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Atambua mendesak Penjabat Bupati Belu Drs. Zakarias Moruk segera mencopot Direktur RSUD Mgr Gabriel Manek SVD Atambua, dr. Bathseba Elena Corputty dari jabatannya.
PMKRI Atambua menilai dr. Elena tidak sanggup memimpin RSUD Atamnua. Di bawah kepemimpinan dr. Elena, RSUD Atambua dinilai tidak profesional dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan diduga telah melakukan malpraktik terhadap pasien berinisial G di rumah sakit tersebut.
Hal ini disampaikan Ketua Presedium PMKRI Atambua Oktofianus Tefa kepada VoxNtt.com usai melakukan aksi damai, Kamis siang (22/04/2021).
Aksi PMKRI ini didorong adanya dugaan pelayanan yang dinilai kurang baik dan terjadinya malpraktik oleh salah seorang dokter berinisial M dan dua perawat terhadap seorang pasien anak berumur 2 tahun pada Kamis malam (15/04/2021 ) di IGD RSUD Mgr Gabriel Manek SVD Atambua.
Saat itu sekitar pukul 21.00 Wita, pasien anak mengeluh sakit di kedua telinganya. Karena melihatnya kesakitan, kedua orangtuanya YP (40) dan VB (33) langsung memeriksa liang telinga dengan menggunakan senter besar. Mereka melihat ada suatu benda yang diduga batu berada di dalam telinga anaknya.
Mereka lantas memutuskan untuk membawa anaknya ke RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua untuk segera mendapatkan pertolongan.
Sesampainya di RSUD, anak tersebut dibawa ke IGD dan ditangani dua tenaga medis perempuan dengan menggunakan alat Otoskop.
Masih menurut Oktovianus dalam orasinya, setelah melakukan pemeriksaan, kedua perawat itu melaporkan kepada dokter berinisial M dan diperiksa sendiri oleh dokter tersebut.
Saat diperiksa oleh dr. M pada telinga bagian kanan, anak yang berinisial G itu tiba-tiba berteriak kesakitan. Karena itu, dokter kembali memeriksa telinga bagian kiri G. G pun semakin meronta-ronta kesakitan dan menangis karena dokter terlihat menekan menggunakan alat tersebut.
Sesudah itu dokter M, mendiagnosis bahwa tidak ada benda keras (batu) dalam liang telinga pasien melainkan infeksi/peradangan pada liang telinganya. Sang dokter pun lalu memberikan resep obat untuk diambil di apotek.
Akan tetapi, G semakin menangis. Ayahnya, YP yang sedang menggendong sang anak pun sontak melihat bahwa cairan darah keluar dari dalam liang telinga bagian kiri.
YP pun langsung bertanya kejadian tersebut kepada dokter dan perawat yang ada saat itu.
Namun dokter M memerintahkan perawat untuk menunjukkan alat medis Otoskop dan sembari berjalan mereka sembari berujar bahwa alat tersebut terbuat dari karet. Karena itu tidak berbahaya bagi telinga sang anak, apalagi melukai.
Sebagai orang awam, ayah G merasa heran. Karena itu dirinya mengatakan bahwa bila tidak berbahaya maka dirinya akan pergi memeriksa lagi ke Rumah Sakit Sito Husada Atambua.
Namun mirisnya, pernyataan tersebut langsung ditanggapi oleh seorang perawat laki-laki yang baru muncul entah dari mana, “Bapak mau lapor di mana? Lapor saja! Keluar dari sini!”.
Karena panik, kedua orangtua bersama sang anak langsung beranjak menuju RS Sito Husada malam itu juga. Di sana mereka bertemu juga dengan dokter dan perawat yang coba menangani. Petugas medis di RS Sito Husada hanya memeriksa telinga bagian kanan dan mengatakan dugaan ada benda keras.
Sementara telinga bagian kiri yang sudah mengalami pendarahan. Karena itu, mereka tidak berani menanganinya dan menyarankan untuk kembali dibawa ke dokter spesialis anak atau ke poli umum di RSUD Atambua karena keterbatasan alat.
Setelah itu, G bersama kedua orangtuanya YP dan VB pun kembali ke rumah. Namun, G terus menangis karena sakit yang dialami pada telinga bagian kiri.
Keesokan harinya, Jumat (16/04), G dibawa lagi oleh kedua orangtuanya ke Rumah Sakit Tentara (RST) Atambua.
Atas insiden tersebut, PMKRI Cabang Atambua pun melakukan audiensi dengan pihak RSUD Mgr Gabriel Manek SVD Atambua, Selasa (20/04/2021).
Namun saat audiensi tengah berlangsung, tiba-tiba muncul perilaku yang kurang etis oleh pegawai tata usaha, security dan petugas IGD yang masuk ke dalam ruangan itu.
Mereka membanting kursi bersamaan dengan suara keras dan kata-kata kasar kepada anggota PMKRI.
Mendapatkan perlakuan tidak pantas seperti itu, PMKRI Cabang Atambua yang saat itu hadir berjumlah 5 orang hanya bisa tercengang dan pulang ke Margasiswa.
Dalam aksi tersebut, PMKRI Cabang Atambua menyampaikan sejumlah pernyataan sikap di antaranya; pertama, meminta pihak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua yang merupakan milik Pemerintah Daerah Belu untuk selalu melakukan pelayanan kepada semua pasien tanpa terkecuali dengan menerapkan SOP kerja yang profesional.
Kedua, meminta penjelasan dari pihak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua terhadap penanganan G dengan menghadirkan pihak-pihak terkait yakni dokter berinisial M, dua perawat yang bertugas serta perawat lelaki yang mengusir G bersama kedua orangtuanya.
Ketiga, terhadap pihak RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua jika dalam pemeriksaan lanjutan di Kupang dan mendapati dugaan malpraktik, maka PMKRI akan menuntut dan melaporkan ke pihak berwajib sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, PMKRI akan membuat mosi tidak percaya terhadap kredibilitas keahlian dokter berinisial M melakukan pelayanan di RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.
Kelima, mendesak Direktur RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua segera menghentikan pelayanan dokter berinisial M dan dua orang perawat yang bertugas malam itu serta perawat lelaki yang mengusir G bersama kedua orangtuanya.
Keenam, meminta pihak RSUD Atambua untuk menegur dan memberikan sanksi kepada karyawannya yaitu petugas medis dan sekuriti yang menggunakan kata keras (bentakan) saat audiensi berlangsung dan meminta maaf kepada DPC PMKRI Atambua karena sikap arogannya itu.
Jika tidak dilakukan, maka PMKRI akan melakukan demonstrasi secara besar-besaran di depan RSUD Atambua.
Pasalnya, perilaku seperti ini sangat jauh dari profesionalitas kerja seorang tenaga kesehatan yang sudah bertentangan dengan UU dan SOP yang ada.
PMKRI menduga ini sudah menjadi kebiasaan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan evaluasi sehingga tidak terjadi lagi kepada orang lain terutama keluarga pasien, saat melakukan pengaduan soal pelayanan pihak RSUD Atambua.
Ketujuh, mendesak Penjabat Bupati Belu agar segera mencopot Direktur RSUD Atambua, karena dinilai lalai dalam membina karyawannya.
PMKRI cabang Atambua menegaskan akan kembali melakukan aksi damai dengan gelombang massa yang lebih besar apabila ketujuh tuntutan yang disampaikan tidak ditindaklanjuti.
Penjabat Bupati Belu Drs. Zakarias Moruk belum memberikan jawaban ketika awak media ini saat meminta konfirmasi terkait dengan tuntutan PMKRI agar Direktur RSUD Atambua segera dicopot dari jabatannya.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Ardy Abba