Kupang, Vox NTT- Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Lembata (AMPPERA) Kupang kembali menggelar aksi demonstrasi di kantor Gubernur NTT, Senin (10/12/2018).
Kedatangan AMPPERA Kupang di Kantor Gubernur untuk meminta Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat agar turut memperhatikan adanya indikasi korupsi proyek Jembatan Waima melalui pihak penegak hukum di NTT maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, Gubenur NTT dan Wakil Gubenur NTT sedang bertugas di luar Kota Kupang sehingga, AMPPERA Kupang diterima oleh pihak Humas NTT.
AMPPERA Kupang tidak menyerahkan pernyataan sikap dalam aksi tersebut ke pihak Pemprov NTT, mengingat ketidakhadiran Gubernur NTT.
Aksi AMPPERA Kupang itu, meminta aparat hukum mengusut tuntas ambruknya jembatan Waima yang menghubungkan dua Kecamatan di Kabupaten Lembata. Kedua Kecamatan itu yakni, Kecamatan Nagawutung dan Kecamatan Nubatukan.
Baca: Dinilai Gatal, Ampera Kupang Minta Bupati Lembata Tinggalkan Jabatan
Aksi yang kedua kalinya itu juga sebagai bentuk protes atas kegagalan pemerintah Lembata dan elemen terkait sebagai penanggung jawab pembangunan Jembatan Waima.
Menurut AMPPERA Kupang, Jembatan yang baru selesai dibangun empat bulan yang lalu, terkesan dipaksakan pembangunannya tanpa mengindahkan berbagai aspek di antaranya kajian teknis sesuai kondisi alam.
Koordinator Umum AMPPERA Kupang, Emanuel Boli mengatakan, Pihak kontaktor pelaksana terkesan mengabaikan berbagai aspek, sehingga ada dugaan mark up dalam pelaksaan proyek tersebut.
“Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata dan elemen terkait proyek pembangunan jembatan Waima terkesan mengangkangi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa,” katanya.
Ia juga menjelaskan, sejumlah pasal-pasal yang diduga dilanggar oleh Pemda Lembata dan elemen terkait Proyek Jembatan Waima
Pasal 4 a: Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk: menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
Pasal 5 b: Melaksanakan pengadaan barang/jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif;
Pasal 6 c dan d: 1. transparan; 2. terbuka;
Menurut Boli, pasal-pasal tersebut di atas dilanggar oleh Pemda Lembata dan kontraktor karena selama pengerjaan jembatan Waima, tidak dipasang papan proyek sebagai informasi publik.
“Pemda Lembata dan kontraktor mengabaikan asas transparansi. Ada apa,” tanya Boli.
Selain itu, kata dia, di dalam Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Proyek Jembatan Waima tidak dicantumkan.
“Sehingga, Pemda Lembata dalam hal ini Kadis PU diduga melanggar UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik,” tegas Aktivis PMKRI Kupang itu.
Sementara itu, Raymundus Lima Tedemaking dalam orasinya, menuturkan, ambruknya oprid jembatan itu akibat ada kelalaian dalam pengawasan sehingga gagal konstruksi, yang berakibat ambruknya jembatan tersebut.
“Kalau perencanaan dan pengawasan dilakukan dengan maksimal, jelas tidak akan terjadi. Mengingat dalam urusan proyek konstruksi, ada namanya pengawas lapangan, konsultan dan pengawas proyek. Sehingga, kami menduga adanya penyelewengan anggaran Pembangunan Jembatan Kali Waima tersebut,” tutur mahasiswa Fakultas Hukum Undana itu.
“Oleh karena itu, Pemda Lembata dalam hal ini dinas PU dan Pihak Kontraktor harus bertanggung jawab atas Kegagalan konstruksi bangunan jembatan Kali WAIMA, karena melanggar Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 02 Tahun 2017,” sambung dia
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Boni Jehadin