Oleh: Agustinus Edward Tasman*
Jumat 30 Agustus 2019 kemarin, Gubernur Nusa Tenggara Timur mengukuhkan 30 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Manggarai Barat (DPRD Mabar) terpilih dalam Pemilihan Umum Legislatif 2019 lalu.
Sesuai regulasi yang berlaku, pengukuhan ini dilegitimasi secara penuh dalam sebuah rapat paripurna dewan, dengan agenda pokok pengucapan sumpah/janji para anggota terpilih sebagai wakil syah rakyat Mabar di DPRD, periode 2019-2024.
Dengan itu, negara mengakui secara resmi eksistensi mereka sebagai pejabat-politik-publik-kenegaraan, baik secara de facto, dan lebih-lebih dari segi de jure.
Pertanyaan yang kemudian menggoda untuk dijawab adalah apakah mereka yang terlantik akan sanggup memenuhi tuntutan masyarakat dalam kerja-kinerja mereka 5 tahun kedepan? Apa ukurannya? Tidak kalah pentingnya kemudian adalah bagaimana memaknai pelantikan itu sendiri?
Momentum Istimewa
Moment atau Momentum selalu merupakan suatu yang penting dalam politik. Kelebihan seorang politisi, seringkali hanya diukur melalui, bagaimana ia menciptakan dan memanfaatkannya secara maksimal.
Bagi ke 30 puluh anggota DPRD dan siapapun yang memilih berkiprah membangun Manggarai Barat melalui jalur politik kepartaiaan, pandangan di atas tentu berlaku juga.
Dalam hubungan itu, peristiwa pengambilan sumpah/janji anggota DPRD Mabar periode 2019-2024 itu menjadi momentum istimewa bagi mereka.
Ada banyak alasan untuk ini, tetapi yang paling utama adalah kenyataan bahwa mereka sendirilah yang telah menciptakan dasar-dasar kehadiran dan keberadaanya sebagai momentum istimewa, baik secara individual maupun kumulatif/kepartaian,.
Secara individual, momentum hari itu mereka sendiri yang ciptakan karena dari 479 caleg (279 laki-laki dan 147 perempuan) yang terdaftar secara resmi dalam Daftar Calon Tetap (DCT) KPU Mabar untuk berlaga secara resmi dalam pileg kemarin, hanya 30 orang (29 laki-laki dan 1 perempuan) yang akhirnya dipilih masyarakat Manggarai Barat dan dikukuhkan negara secara resmi.
Sedangkan dari segi kumulatif/kepartaian, momentum istimewa ini mereka ciptakan karena dari 73 partai politik yang terdaftar di Kemenkuham sebagai calon peserta pemilu 2019, hanya sebanyak 27 partai politik yang pergi mendaftar dan 16 yang dinyatakan lolos verifikasi oleh KPU. Dengan pertarungan yang begitu ketat ke luar yang dipaksakan sistem penghitungan suara yang berlaku, maka suka atau tidak suka, ke dalam mereka harus bekerjasama bahu-membahu bersama rekan sejawat sesama partai untuk memperoleh hasil suara yang maksimal, terutama untuk suara kumulatif partai.
Semuanya terbukti ketika caleg-caleg dari dari 16 partai itu kemudian harus berkompetisi untuk menduduki kursi di DPRD Mabar.
Hasil yang muncul menghadirkan kenyataan bahwa warga yang berhak memilih seturut undang-undang hanya memberikan mandatnya kepada 13 partai saja, yakni, sesuai urutan perolehan suara, Partai NasDem (5 Kursi); PDIP, PAN, PKB, Partai Demokrat, Partai Golkar dan Partai Hanura (3 kursi), PKS (2 Kursi), PPP, Partai Perindo, PBB, PKPI, dan Partai Gerindra (1 Kursi).
Karena itu, tidak seorang pun diantara DPRD Mabar yang terpilih itu bisa berbusung dada, mengklaim keberhasilannya terpilih sebagai anggota dewan dalam periode 5 tahun ke depan, semata-mata hanya karena kemampuan individual semata-mata.
Tanpa kerja sama-kolektif ke dalam diantara sejawat sesama partai masing-masing, ini sama sekali mustahil – meski dengan resiko ada sejawat yang lainnya harus bersabar menanti pileg berikutnya karena kurang suara, untuk tidak kita katakan gagal.
Semua fakta itu diangkat lagi dengan sengaja disini hanya untuk mengatakan bahwa dengan itu pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Mabar itu merupakan momentum pembuka bagi partai politik untuk menunjukkan prestasi kaderisasi yang telah dijalankannya.
Di dalam sumpah/janji yang diucapkan anggota DPRD terlantik, ada partai politik sebagai lembaga yang hadir sebagai the invisible hand dibalik layar keberhasilannya. Keterpilihan itu teraih dalam lingkungan agenda setting, ideologi yang menghablur dalam kurikulum pemenangan dan sumber daya ekonomi kepartaian.
Dengan itu, berhasil atau tidak, baik atau buruk kerja-kinerja representasi masing-masing anggota DPRD terpilih kelak, dalam dan pada dirinya sendiri merupakan akumulasi kaderisasi serentak aktualisasi ideologi kepartaian.
Namun, menciptakan momentum adalah satu hal. Tetapi, Bagaimana memanfaatkannya adalah hal yang lain lagi. Persis yang terakhir ini sesungguhnya soal utama yang akan dihadapi masyarakat politik Mabar 5 tahun ke depan!
Memanfaatkan Momentum
Manggarai Barat sesungguhnya bukan Mabar yang dulu lagi! Dalam satu dasawarsa terakhir, keberadaan binatang komodo yang telah ditetapkan sebagai salah satu dari the new seven wonders di dunia, harus diakui telah membawa berkah tersendiri bagi perkembangan/pembangunan kehidupan masyarakat Manggarai Barat.
Dengan penetapan itu, tidaklah kemudian mengherankan bila ada yang menobatkan Mabar sebagai “Kabupaten Internasional”; “Bali Baru”; dan lain sebagainya.
Dalam kunjungannya yang terakhir, Presiden Jokowi bahkan ingin meningkatkan status destinasi Mabar sebagai kawasan wisata premium super prioritas;. Gubernur Laskodat menginisiasi kejuaraan tinju kelas Internasional dan yang paling baru Labuan Bajo menjadi tempat karantina putri-putri rupawan peserta kontes Miss Grand Indonesia 2019.
Terlepas dari ada juga masalah yang pasti dibawanya serta – seperti persoalan agraria, dll, berkah yang terhadirkan semua itu bagi Mabar sesungguhnya bukan hanya pada sektor pariwisata, tetapi juga sektor kehidupan masyarakat lainnya seperti Ekonomi, Kesenian, Transportasi, dan lain-lain.
Karena itu, tentu tidak ada pilihan lain bagi kita masyarakat Manggarai Barat dalam menghadapi semua itu, selain meresponnya secara positif bersama-sama.
Maka bagi anggota DPRD Mabar Periode 2019-2024 utamanya, soal sesunguhnya adalah, pertama, bagaimana sumpah/janji mereka selaku anggota DPRD Mabar yang diucapkan di atas bisa menjadi code of conduct dalam menjalankan fungsi, tugas dan wewenang-wewenangnya yang diberkahi UU.No.17 tahun 2014 mengenai MD3.
Lewat mandat yang dititipkan oleh Undang-Undang itu, secara spesifik DPRD Mabar diharapkan mampu hadir sebagai katalisator relasi Negara-Pasar-Rakyat untuk memperkuat posisi tawar Mabar di isu Global Tourism, dengan membawa serta sektor-sektor lain sebagai penyokong pariwisata, guna terciptanya integrasi sektor yang holistik, dan secara tidak langsung, berkeadilan, bagi seluruh masyarakat Mabar.
Quo Vadis
Dalam lima tahun ke depan, akan banyak kebijakan untuk rakyat Manggarai Barat yang dihasilkan DPRD dan Pemerintah. Karena bermitra, anggota DPRD beserta aparatus Pemerintah dari berbagai dinas/badan/kantor, serta stakeholder lainnya, akan sering bertemu dalam berbagai momentum politik yang akan datang dengan sendirinya untuk tujuan menghasilkan kebijakan-kebijakan itu.
Tetapi apakah momentum demi momentum itu bisa menjadi dan memenuhi kriteria momentum istimewa seperti peristiwa pelantikan di atas? Apakah DPRD dan Pemerintah, bisa memanfaatkan momentum demi momentum itu secara produktif untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kepentingan dan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Manggarai Barat? Apakah ke-30 anggota DPRD Mabar yang dilantik itu akan memakai fungsi, wewenang, tugas dan kewajiban Representasi yang dianugrahkan undang-undang kepada mereka berdasar dan sesuai Undang-undang yang mengaturnya dan senantiasa setia berpegang teguh pada sumpah/janji yang telah diucapkannya?
Jawabannya berpulang pada komitmen mereka semua untuk menghasilkan semakin banyak kebijakan yang bermanfaat bagi pengembangan dan pembangunan tanah Manggrai Barat dan masyarakat yang mendiaminya, lebih daripada sebelumnya.
Tetapi yang jelas, bagi anggota DPRD Mabar periode 2019-2024 komitmen itu sudah dimulai dengan mengambil sumpah/janji 30 agustus kemarin dan akan terus ditagih masyarakat pemenuhannya 5 tahun ke depan.
Bagi Mabar yang memiliki keistimewaan dengan keberadaan Komodo, momentum perubahan itu mungkin akan senantiasa hadir, dan pelantikan angggota DPRD 2019-2024 kemarin menandai momentum perubahan itu untuk 5 tahun ke depan.
Tetapi pada akhirnya, hanya kerja-kinerja anggota DPRD yang mampu memanfaatkan sebuah momentum biasa menjadi istimewa, yang akan dicatat dan dikenang dalam sejarah perkembangan “Kabupaten Internasional” Manggarai Barat itu.
Selamat atas pelantikan saudara-saudari sekalian. Selamat bekerja!
*Penulis adalah Researcher Fellow pada Policy Research Organization – Change Operator (Change’O) Manggarai Raya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Hilarius A. Hadur dan Rikardus Y. Goa yang telah mereview dan menghadirkan insight berbeda pada beberapa bagian artikel ini.