Jakarta, Vox NTT- Ketua Dewan Pembina Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa, menyebut praktik mafia hukum masih marak terjadi di Tanah Air.
Gabriel mencontohkan, kasus dugaan mafia hukum yang melibatkan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, tepatnya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Menurut dia, korban terpaksa menempuh jalur hukum dengan melaporkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena diduga terjadi kriminalisasi hukum dan diskriminalisasi HAM.
“Kami mendapatkan pengaduan dari Devid dan Effendi yang merupakan korban peradilan sesat,” kata Gabriel dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Minggu (20/03/2022).
Gabriel menegaskan, mafia hukum dan peradilan sesat menyebabkan kriminalisasi dan diskriminasi atas korban yang mencari keadilan.
Untuk itu, atas nama korban, Padma Indonesia sudah melaporkan ke berbagai pihak, yakni Kejaksaan Agung, Komisi Kejaksaan, Badan Pengawasan MA, Komisi Yudisial, Ketua MA dan Komisi III DPR RI.
Dikatakan, pihaknya sudah melaporkan secara resmi Jaksa Penuntut Umum Ike Rosmawaty, SH, dari Kejaksaaan Negeri Jakarta Pusat terkait dugaan tindakan kriminalisasi hukum dan diskriminasi HAM.
“Selain itu, karena mengabaikan penerapan keadilan restoratif sebagaimana dimaksud pasal 14 Peraturan Kejaksaan Agung RI No. 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” tegas Gabriel.
Gabriel menjelaskan, Devid dan Effendy adalah tersangka sebagaimana dimaksud Laporan Polisi bernomor 269/K/III/2021/Restro JP, tanggal 03 Maret 2021, yang dibuat Fransiskus Tadon Kerans/Amsi (pelapor/korban), dengan sangkaan melanggar pasal 335 KUHP jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, pelapor telah mencapai kesepakatan saat perkara dalam penyidikan dan mengajukan pencabutan perkara kepada Kepolisian Metro Jakarta Pusat.
Kemudian, pada 13 Juli 2021 berdasarkan Putusan No. 364/Pid.B/2021/PN Jkt.Pst Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Hakim Ketua Wadji Pramono SH, MA bersama Hakim Anggota Purwanto SH, MA dan Saptono Setiawan SH, MA telah menyatakan bahwa Surat Dakwaan Penuntut Umum dengan nomor registrasi Perk: 116/JKTPS/05/21 tanggal 21 Mei 2021, batal demi hukum dan membebaskan para korban.
Ironisnya, lanjut Gabriel, dakwaan tersebut tidak sesuai dengan tudingan dari Polres Jakarta Pusat bahwa mereka adalah mafia tanah.
Kemudian, terjadi lagi peradilan sesat di PT DKI Jakarta dalam amar putusan 22 Februari 2022 oleh Majelis Hakim yakni Tjokorda Rai Suamba, SH, MH (Ketua Majelis), lalu Binsar Pamopo Pakpahan, SH, MH dan Gunawan Gusmo, SH, M.Hum sebagai Hakim Anggota.
Berdasarkan penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 13 Januari 2022 Nomor 13/Pid/2022/PT DKI memutuskan perkara berbeda pasal pidananya, yakni dari pasal pidana 335 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana perbuatan tidak menyenangkan menjadi pasal 114 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Peradilan sesat sepertinya sudah diatur dari tingkat PN hingga PT DKI Jakarta. Miris dan sangat menyedihkan PT DKI yang seharusnya mengungkap kebenaran dan keadilan justru melakukan kesalahan fatal. Inilah namanya mafia hukum dan kriminalisasi,” kata Gabriel.
Senada dengan Gabriel, kuasa hukum Devid dan Effendy yakni Dr. JB Gregorius, SH, MA menjelaskan, pihaknya telah mengajukan permohonan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tetapi diabaikan.
“Ada yang tidak beres dan ini sangat merugikan para pencari keadilan. Masih banyak bukti-bukti seperti yang disampaikan kawan-kawan dari Padma Indonesia tersebut. Tidak bisa dipungkiri ada peradilan sesat dan menguatkan dugaan mafia hukum,” kata Gregorius.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba