Borong, VoxNTT-Sebanyak 687 anakan pohon mangrove ditanam di pinggir jalan lingkar luar Kota Borong, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) Jumat, 15 November 2019 lalu.
Kendati demikian, pantauan VoxNtt.com, Kamis (12/12/2019) siang, ratusan anakan pohon mangrove yang ditanam sebulan yang lalu itu mati.
VoxNtt.com bahkan menelusuri kawasan hutan mangrove itu selama dua jam. Namun tidak satu pun anakan mangrove yang ditanam itu hidup.
Di lokasi yang lain, hanya ditemukan sisa-sisa polibek dan ranting-ranting anakan pohon yang sudah patah dan mengering.
Padahal, Jumat, 15 November 2019 lalu, Plt. Lurah Kota Ndora Yoseph Sunardi Dani, mengatakan kegiatan penanaman mangrove itu bertujuan untuk memacu semangat masyarakat, kelompok pencinta mangrove dan para pelajar.
Apalagi mangrove, kata dia, menjadi salah satu sumber kekuatan, sumber inspirasi dan nafas perekonomian khususnya masyarakat Kota Ndora.
“Mangrove ini kita mau jadikan sebagai aset bukan saja menjadi obyek wisata ke depan tapi pusat perputaran ekonomi,” ujarnya.
Lurah Nardi juga mengaku, rusaknya mangrove di pantai Borong diakibatkan oleh pembabatan dan ternak masyarakat
Selain Lurah Nardi, Sertu Nenga Budiana seorang Babinsa yang bertugas di Kelurahan Kota Ndora, mengatakan sangat mendukung kegiatan yang dicanangkan oleh lurah Kota Ndora.
“Andai saja mangrove ini nanti berkembang tentunya kita juga yang akan menikmati, dalam arti fungsi hutan ini untuk menahan abrasi mungkin tsunami, mungkin itu penghalang dari bencana bagi kami,” papar Nenga.
“Kami sebagai Babinsa selalu mendampingi Pak Lurah bentuk kegiatan apa pun yang disampaikan Pak Lurah kami selalu mendampingi dan selalu berkoordinasi,” tambahnya.
Menurut Nenga, apa yang disampaikan rekan-rekan lain yang mungkin menyatakan bahwa mangrove ini dirusak itu omong kosong.
“Bagi saya sebagai Babinsa omong kosong itu hanya celotehan orang yang tidak sependapat dengan kelurahan khususnya pemerintahan Kabupaten Manggarai Timur,” ujarnya.
Mangrove Digusur
Di tengah geliat kegiatan penananam mangrove yang kini sudah mati, Pemda Matim justru membuka jalan baru yang mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove.
Pemda Matim melalui dinas Pekerjaan Umun dan Penataan Ruang (PUPR) berdalil pembukaan jalan itu, demi mengamankan aset Pemda dan menghindari pengklaiman tanah oleh pemerintah.
“Selama ini kan batasnya tidak jelas di mana tanah warga di mana hutan mangrove. Seiring dengan perkembangan dari waktu ke waktu ada kecenderungan pencaplokan area kawasan mangrove, di mana warga mulai mengklaim tanah mereka jauh ke dalam wilayah hutan mangrove, diharapkan dengan pembukaan jalan di kawasan tersebut akan memperjelas di mana batas hutan mangrove dan di mana batas tanah warga,” kata Kadis PUPR, Yosep Marto seperti dilansir salah satu media Senin, 11 November 2019 lalu.
Menanggapi hal itu Siti Hawa (62) ahli waris yang juga pemilik lahan geram. Ia bahkan meminta Kadis Marto untuk mengecek siapa sesungguhnya pemilik lahan dan yang mengklaim tanah itu.
“Siapa yang mengklaim? Mengapa dia menuduh saya. Di daerah itu ada tanah milik saya dan sudah memiliki sertifikat. Dan ini sudah diakui oleh BPN,” ujarnya kepada VoxNtt.com, Senin, 11 November lalu di Borong.
Dia juga mengaku, selain tanah itu milik pribadi yang sudah diakui oleh negara, juga mangrove yang berada di tempat itu ditanam.
“Memang ada yang tumbuh sendiri tetapi tidak banyak. Makanya dulu saya dan suami saya (Haji Muhamad Umar Bah amarhum) tanam di situ. Hal itu kami lakukan untuk melindungi pemukiman warga dan sekolah SD Inpres Kota Ndora. Ini untuk kepentingan umum,” ujarya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba