Kupang, Vox NTT- Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menyatakan, salah satu hambatan bagi akselerasi ekonomi di provinsi itu adalah tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio output modal tambahan yang masih tinggi.
ICOR NTT, sebut dia, bertengger pada kisaran angka 10. Artinya untuk menghasilkan satu unit output produk domestik regional bruto (PDRB) di NTT, membutuhkan 10 modal tambahan investasi.
Hal ini membuat ekonomi NTT tidak efisien. ICOR NTT ini lebih tinggi dari ICOR nasional yang ada di kisaran 6. Inilah yang menyebabkan industri di NTT sulit berkembang.
“Dalam masa pemerintahan kami, menghadapi ICOR yang tinggi memang target kami mencapai angka 7 melalui strategi kolaborasi dengan pemerintah pusat, pencegahan korupsi pada jenjang pemerintah provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa serta standar perizinan yang mudah dan cepat,” ujar Laiskodat saat beraudiensi dengan Ketua Yayasan Alfa Omega (YAO), Pdt. David Fina bersama rombongan di ruang kerjanya terkait Pengembangan Usaha Jus Tambaring di NTT, Selasa (10/11/2020), sebagaimana dilansir Bappelitbangda Prov NTT.
Dalam menghadapi tingginya ICOR pula, Pemprov NTT bersinergi dengan pihak pengusaha muda yang memiliki kapasitas di bidang teknologi dan informasi. Itu terutama kapasitas dalam mendesain supply chain atau rantai pasok dan warehouse untuk memfasilitasi hasil produksi para petani yang masih dalam jumlah kecil agar terintegrasi dan dalam jumlah yang banyak untuk dipasarkan.
Dalam audiensi tersebut, Gubernur Laiskodat merespon langsung kendala yang dihadapi YAO bersama para petani.
Dia kemudian menghubungi Direktur Utama Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho, Kepala BRI Cabang Kupang Stevanus Juarto, dan Kepala Dinas Koperasi dan Nakertrans Provinsi NTT Silvi Pekujawang untuk memfasilitasi YAO bersama para petaninya baik dari aspek penguatan kelembagaan koperasi, permodalan dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit Merdeka serta aspek pemasarannya.
Pemasaran mulai dari seluruh perhotelan yang ada di Kota Kupang dan Labuan Bajo serta keluar daerah NTT dengan menggandeng distributor Sophia.
Gubernur Laiskodat mengharapkan agar YAO terus berinovasi dalam mengembangkan produk-produk yang berasal dari buah asam.
Menurutnya, pemerintah daerah berfungsi untuk menghubungkan antarpara pengusaha, lembaga keuangan di daerah, serta sumber-sumber bantuan lainnya untuk pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
“Apresiasi kepada YAO yang telah berinovasi menciptakan inovasi mengolah buah asam menjadi bernilai ekonomis yakni Jus Tambaring,” katanya.
Selanjutnya, kata dia, YAO perlu mengidentifikasi jumlah petani dan bentuk kelompok serta mengakses sumber pendanaan dari Bank BRI dalam bentuk KUR dan Bank NTT dalam bentuk kredit Merdeka, yang tanpa agunan serta mudah diakses oleh masyarakat.
Direktur Yayasan Pelayanan dan Pengembangan Masyarakat Alfa Omega mengatakan, jumlah petani binaan sebanyak 200 orang.
YAO juga bersyukur karena mendapat solusi tepat dan cepat dari Gubernur Laiskodat dalam bentuk permodalan dan distribusi pasar.
“Terima kasih Bapak Gubernur yang telah merespon dengan cepat atas kendala yang kami alami. Saat ini harga asam tanpa biji adalah 4.000 rupiah per kilogram dan dijual keluar dengan harga 26.000 rupiah per kilogram. Jus Tambaring ini sistemnya kami ubah sesuai arahan Bapak Gubernur yakni para petani mengakses kredit permodalan di lembaga keuangan dan YAO masuk dalam akses perdagangan,” kata David.
Pasca kegiatan tersebut, Gubernur Liskodat mengarahkan pihak YAO langsung bertemu Kepala Dinas Koperasi dan Nakertrans Provinsi NTT Silvi Pekujawang dan Direktur Utama Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho serta Pimpinan BRI Cabang Kupang Stefanus Juarto untuk mengakses informasi serta peluang pengembangan usaha dimaksud.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT Nasir Abdullah, Pimpinan BRI NTT Cabang Kupang Stefanus Juarto.
Penulis: Ardy Abba