Oleh: Marselus Natar
Masyarakat di seluruh belahan dunia sedang mengalami ketakutan yang luar biasa akibat wabah virus Corona yang telah menelan banyak korban jiwa.
Melansir data dari laman Worldometers, hingga Rabu (27/1/2021) pagi, total kasus Covid-19 di dunia terkonfirmasi sebanyak 100.801.465 (100 juta) kasus.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 72.810.592 (72 juta) pasien telah sembuh, dan 2.164.749 orang meninggal dunia. Kasus aktif hingga saat ini tercatat sebanyak 25.823.680 dengan rincian 25.715.995 pasien dengan kondisi ringan dan 110.129 dalam kondisi serius.
Kasus virus corona di Indonesia tercatat juga mengalami peningkatan, baik dari jumlah kasus, sembuh, maupun yang meninggal dunia.
Di lansir dari laman KOMPAS.com, hingga Selasa (26/1/2021) pukul 12.00 WIB, kasus positif Covid-19 bertambah sebanyak 13.094. Sehingga jumlahnya saat ini menjadi 1.012.350 orang.
Sedangkan untuk kasus sembuh, juga ada penambahan sebanyak 10.868 orang. Penambahan itu sekaligus menjadikan total pasien yang telah sembuh menjadi 820.356 orang. Namun, pasien yang meninggal dunia karena infeksi Covid-19 ini juga ikut bertambah sebanyak 336 orang. Maka, jumlah pasien yang meninggal dunia kini jumlahnya menjadi 28.468 orang.
Virus Corona atau Covid-19 yang berasal dan pertama kali mewabah di Cina, tepatnya di Wuhan itu dalam waktu yang singkat menyebar ke seantero dunia dan menimbulkan kepanikan dan ketakutan sebab dapat menyerang siapa saja.
Menyikapi fenomena virus corona, badan kesehatan dunia (WHO) secara resmi mengumumkan bahwa virus Corona adalah sebuah pandemi global dan perlu diwaspadai bersama.
Virus Corona merupakan virus yang proses dan model penyebarannya tidak mudah untuk dideteksi, menjadi atensi khusus.
Langkah atau cara praktis dan paling efektif guna mencegah penularan virus Corona adalah dengan menjaga jarak, mencuci tangan dan mengenakan masker.
Selain tindakan preventif praktis dan efektif di atas, lembaga pemerintah di seluruh dunia, termasuk Pemerintah Indonesia, mengimbau kepada masyarakat agar membatasi aktivitas diri dan aktivitas sosial.
Untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus Corona, pemerintah mengambil langkah preventif dengan metode yang kita kenal dengan istilah lockdown, PSBB, tracking, tracing, social distancing dan physical distancing, PDP, ODP, OTG, karantina dan isolasi, yang di sisi lain menambah istilah baru dalam bahasa.
Istilah-istilah baru yang telah disebutkan di atas, tentu tidak langsung dimengerti dan dipahami oleh masyarakat penggunanya.
Untuk itu, diperlukan pengedukasian secara masif kepada masyarakat penggunanya, agar terciptanya kesepahaman dalam mengartikannya.
Istilah lockdown atau karantina wilayah, merupakan pembatasan pergerakan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk menutup akses keluar masuk suatu wilayah.
Dalam konteks mencegah persebaran virus Corona, penutupan jalur keluar masuk serta pembatasan pergerakan penduduk perlu dilakukan untuk mengurangi kontaminasi dan penyebaran penyakit virus Corona.
Dikutip dari Cambridge, lockdown dapat diartikan sebagai sebuah situasi di mana orang tidak diperbolehkan masuk atau meninggalkan sebuah bangunan atau kawasan secara bebas karena kondisi darurat.
Maka jika dikaitkan dengan istilah teknis dalam kasus virus Corona, arti lockdown adalah mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara.
Selain istilah lockdown, juga terdapat istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan yang dikeluarkan untuk penanganan Covid-19, beberapa daerah di Indonesia memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Selama PSBB, pemerintah daerah akan melakukan beberapa hal berikut ini: Peliburan sekolah dan tempat kerja, Pembatasan kegiatan keagamaan, Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, Pembatasan kegiatan sosial budaya, Pembatasan moda transportasi dan Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Aturan peliburan tempat kerja memberikan pengecualian untuk tempat kerja yang memberikan pelayanan pertahanan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, komunikasi, industri, ekspor, impor, distribusi logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
Selain itu, ada juga istilah social distancing. Di awal kasus virus Corona, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerapkan istilah social distancing yang berarti imbauan kepada masyarakat untuk menjaga ruang pribadi dalam jumlah besar sekitar 1,5 sampai 2 meter dengan orang di sekitar.
Secara praktis, istilah social distancing, dapat diartikan dengan upaya atau tindakan menjaga jarak.
Baru-baru ini, istilah terbaru muncul dari Organisasi Kesehatan Dunia yaitu physical distancing.
Penerapan istilah physical distancing tersebut mengubah istilah awal yaitu social distancing. Alasan di balik perubahan tersebut adalah supaya masyarakat tetap menjaga jarak fisik, bukan jarak sosial.
Selain istilah physical distancing, ada juga istilah tracking pasien. Tracking pasien, merupakan tindakan melacak riwayat pasien sebelum diduga terjangkit virus Corona. Pelacakkan riwayat tersebut meliputi riwayat perjalanan, tempat yang dikunjungi hingga dengan siapa pasien berinteraksi.
Selain tracking, juga ada istilah tracing. Tracing atau pelacakan kontak adalah proses mengidentifikasi, menilai, dan mengelola orang-orang yang telah terpapar suatu penyakit untuk mencegah penularan lebih lanjut.
Orang-orang tersebut disebut kontak erat. Istilah lain yang kerap muncul juga adalah Pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP).
PDP dan ODP merupakan definisi yang digunakan untuk mengelompokkan individu berdasarkan: gejala demam dan/atau gangguan pernapasan, riwayat perjalanan ke daerah pandemi infeksi virus Corona atau tinggal di daerah tersebut selama 14 hari terakhir sebelum gejala timbul dan riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi atau diduga terinfeksi Covid-19 dalam 14 hari terakhir sebelum gejala timbul
Secara umum, ODP dan PDP bisa dibedakan dari gejala yang dialami. Istilah lain yang berkaitan dengan kedua istilah di atas adalah Orang Tanpa Gejala (OTG).
OTG merupakan istilah yang digunakan untuk orang yang positif terinfeksi virus Corona tetapi tidak mengalami gejala atau gejalanya sangat ringan.
Per bulan Juli 2020, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengganti istilah lama pada Covid-19 seperti ODP, PDP, dan OTG dengan istilah operasional baru, seperti suspek, probable, dan konfirmasi.
Selain dari pada itu, kita juga sering mendengar istilah Isolasi dan karantina.
Kedua istilah terkait virus Corona ini merujuk pada tindakan untuk mencegah penularan virus Corona dari orang yang sudah terpapar virus ini ke orang lain yang belum.
Perbedaannya, isolasi memisahkan orang yang sudah sakit dengan orang yang tidak sakit untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Sedangkan karantina memisahkan dan membatasi kegiatan orang yang sudah terpapar virus Corona namun belum menunjukkan gejala.
Beberapa istilah yang telah diuraikan di atas erat kaitannya, atau muncul karena adanya pandemi virus Corona yang tengah mewabah dunia kini.
Dari sisi bahasa, penggunaan sebuah kata atau istilah sangat bersentuhan langsung dengan sebuah kejadian.
Berbicara tentang bahasa, Indonesia adalah negara heterogen yang kaya akan bahasa, suku, budaya, ras dan agama.
Heterogenitas bahasa, suku, budaya, ras dan agama telah membentuk bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk.
Heterogenitas tersebut dipandang sebagai suatu keunikan, keindahan, sekaligus warisan leluhur yang harus dipertahankan dan dijaga kelestariannya.
Masyarakat Indonesia yang datang dari berbagai latar belakang bahasa, suku, budaya, ras dan agama mampu hidup berdampingan atau bersama secara harmonis dilandasi oleh UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara.
Setiap warga negara, lembaga dan organisasi tertentu yang berusaha atau melakukan tindakan yang merusak persatuan dan kesatuan bangsa, atau tindakan yang melawan hukum, akan berhadapan dengan hukum itu sendiri.
Penggunaan sebuah kata atau istilah erat kaitannya dengan peristiwa dalam kehidupan sosial.
Istilah – istilah seperti social distancing, physical distancing, lockdown, tracking dan lain sebagainya, justru muncul karena adanya virus Corona.
Istilah-istilah yang disebutkan di atas akan hilang dari pengguna atau penuturnya manakala persebaran virus Corona berlalu seiring berjalannya waktu atau dengan kata lain, prahara virus Corona sudah tidak menjadi topik pembicaraan di tengah kehidupan sosial masyarakat.
Penulis adalah seorang rohaniwan katolik pada Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus