Kupang, Vox NTT-Fraksi Demokrat MPR RI tidak sepakat dengan wacana amandemen UUD 1945 soal penghidupan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Dalam pandangan fraksi Demokrat, wacana tersebut belum mendesak dan tidak punya dasar argumentasi yang kuat.
“Apa ada political reasoningnya? Di era reformasi, negara kita juga punya GBHN dengan nama yang berbeda. Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah, dan Pendek. Ada UU-nya. Sangat lengkap,” tulis Ketua Fraksi Demokrat di MPR, Benny K Harman, dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (9/10/2019).
Karena UU yang mengatur rencana pembangunan tersebut sudah lengkap, maka yang perlu direvisi lanjut Benny, ialah UU yang dimaksud.
“Kalau UU ini dipandang belum lengkap, out of date dan tidak responsif lagi dengan kondisi sekarang, kita revisi UUnya agar menjadi lengkap dan lebih responsif. Jangan ganggu konstitusinya,” sebutnya.
Selain itu, lanjut Benny, kalau mau menggantikan nomenklaturnya cukup diubah nama UUnya menjadi UU Tentang GBHN. Penggantian nomenklatur ini juga harus mengikuti prosedur legislasi yang diatur dalam UU tentang Pembentukan Per-UU-an.
Karena itu, fraksi Demokrat menilai rencana amandemen UUD 1945 tidak punya dasar argumentasi yang kuat. Sebaliknya Benny menyebut, masalah kenegaraan yang muncul selama ini lebih karena implementasi konstitusi yang lemah.
“Berbagai masalah kenegaraan yang muncul selama ini menurut kami tidak bersumber pada konstitusi, bukan karena substansi konstitusi yang tidak lengkap, tapi karena pelaksanaannya yang so weak!” tegasnya.
Fraksi Demokrat pun menyarankan agar kekuatan politik di MPR sebaiknya fokus membantu pemerintah menyelesaikan kasus Papua dan merespon tuntutan publik terkait Perppu KPK.
Kontroversi tentang penghidupan kembali GBHN memang lagi hangat diperbincangkan.
Kubu yang pro menyebutkan, GBHN dapat memandu pembangunan nasional agar lebih terarah dan berkelanjutan.
Kubu pro GBHN menilai, pembangunan nasional selama ini belum terarah karena setiap pergantian presiden pasti diikuti arah kebijakan nasional yang berbeda.
Terkait alasan tersebut, fraksi Demokrat tetap pada sikapnya.
“Yang mengikat presiden yah UU yang dibuat bersama DPR dengan Presiden. Kalau dia mau ubah, silahkan ajukan RUU baru untuk mengubahnya,” tegas Benny.
Penulusuran VoxNtt.com, UU yang mengatur tentang rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan pendek tersebut memang sudah ada.
UU dimaksud adalah UU No 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pasal 4 menyebutkan:
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional.
Sementara Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. (VoN).