Ruteng, Vox NTT- Keluarga besar Poco Leok se-Jabodetabek bersama Serikat Pemuda NTT menggelar aksi protes penolakan proyek geothermal di wilayah Poco Leok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT, Rabu (08/03/2023).
Aksi protes tersebut dilangsungkan di Kantor Kementerian ESDM dan Kantor Pusat PLN di Jakarta.
Engelbertus Wahyudi, salah satu tokoh muda Poco Leok dalam aksi tersebut menegaskan, rakyat di wilayahnya terancam akan terusir dari tanahnya sendiri.
BACA JUGA: Tolak Proyek Geothermal, Keluarga Besar Poco Leok Jabodetabek Gelar Aksi Unjuk Rasa
“Padahal rakyat dan tanah itu adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Maka jelas geothermal adalah ancaman sebenarnya bagi masayarakat dan tanah Poco Leok,” ujar Engel sebagaimana dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Rabu (08/03/2023).
Engelbertus pun mempertanyakan perluasan titik eksplorasi PLTU Ulumbu.
Ia meminta SK Menteri ESDM yang terbit pada 2017 tentang penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi harus dicabut.
BACA JUGA: Diduga Ganggu Warga Poco Leok, Jatam Kecam Tindakan Pemerintah, PLN, dan Aparat Keamanan
“Di SK itu disebutkan untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan listrik dasar (basedload). Nah, ini kan menjadi pertanyaan, sebab Ulumbu dengan potensi kapasitas 10 MW oleh PLN sendiri disebut cukup untuk kebutuhan dasar listrik. Ulumbu sudah berjalan, sudah running, lantas mengapa mesti eksplorasi ke Poco Leok yang terdiri dari 12 kampung adat?” ujar Engel.
Engel menyebut, proyek geothermal sudah keluar dari tujuan untuk pemenuhan kebutuhan energi dasar.
Proyek geothermal disebut Engel berkelindan dengan ekspansi pariwisata, masuknya industri di Flores.
Konsekuensi lanjut dari logika pembangunan semacam itu, rakyat di sekitar titik geothermal akan dipandang sebagai ancaman permanen.
Engel menyimpulkan, perjuangan melawan proyek geothermal Poco Leok adalah perkara perjuangan keberlangsungan hidup masyarakat dan alam.
Sementara, Erik Rayadi yang langsung datang dari Poco Leok, Manggarai ke Jakarta menjelaskan penolakan masyarakat Poco Leok adalah sebuah kesepakatan kolektif.
“Masyarakat Poco Leok menolak kehadiran proyek Geothermal di tanah adat Poco Leok,” kata Erik.
Kesepakatan itu, lanjut Erik, tidak muncul sekejap, tetapi merupakan buah yang semakin matang karena kesadaran masyarakat Poco Leok akan risiko tinggi kehadiran geothermal di gugusan pegunungan yang terdiri dari 12 kampung adat.
Menurut Erik, kepulangan beberapa tokoh muda di Poco Leok memberi kesadaran pada masyarakat akan risiko besar yang akan terjadi jika proyek geothermal dijalankan. Bahkan generasi muda Poco Leok melakukan studi ke wilayah gagal proyek geothermal Mataloko di Kabupaten, Ngada, NTT.
“Jadi kita juga, anak-anak muda Poco Leok di sana, melakukan kajian tentang dampak dan risiko proyek geothermal ini. Di Mataloko kita disajikan kehancuran akibat geothermal,” jelas Erik merujuk pada gagalnya proyek geothermal di Mataloko itu.
Penulis: Ardy Abba