Kupang, Vox NTT- Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2019-2024 nomor 43, Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT), Martinus Siki, menilai kasus perdagangan manusia (human trafficcking) di Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat memperhatinkan.
Sebagai Putra Timor, ia bahkan tidak rela melihat warganya yang mencari sesuap nasi di Pulau Jawa maupun luar negeri kemudian pulang sebagai mayat.
Hal ini diungkapkan Martinus saat diwawancarai VoxNtt.com usai tatap muka bersama masyarakat di Jalan Bajawa, Kelurahan Fatululi, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Rabu (10/4/2019) malam.
“Sudah sangat memprihatinkan karena sudah banyak kita menyaksikan peti mayat yang dikirim ke NTT,” ujarnya.
Ia juga mengaku sulit menerima kenyataan pahit yang dialami saudaranya dari NTT, yang menjadi korban perdagangan manusia di luar negeri. Karena itu kata dia, pemerintah daerah mesti bertanggung jawab untuk segera mengakhiri penderitaan ini.
“Kita tidak terima, kenapa hal itu bisa terjadi karena itu mesti tanggung jawab pemerintah daerah. Artinya setiap pengiriman tenaga kerja harus dibekali dengan keahlian keterampilan yang memadai, supaya para pekerja baru bisa kirim ke luar negeri,” ujarnya.
Minimnya keterampilan kerja menurut Martinus adalah penyebab terjadinya kekerasan yang menimpa para TKI asal NTT.
“Karena mereka tidak memilki keterampilan yang memadai. Dan juga mereka-mereka yang kirim ke luar negeri itu kebanyakan tidak memiliki pendidikan. Artinya tidak tamat sekolah, tamat sekolah pun hanya Sekolah Dasar (SD), itu yang menyebabkan terjadi perdagangan manusia (human trafficking) dan juga banyak peti mayat yang kirim ke daerah kita,” tuturnya.
Dia menegaskan, apabila dalam pemilu nanti mendapat kepercayaan masyarakat NTT, akan berjuang bersama-sama pemerintah daerah untuk membenahi pola rekrutmen para pekerja yang ingin bekerja di luar negeri.
“Bahwa saya masuk, sebelum 100 hari kerja pun saya akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar kasus human trafficking ini tak ada lagi melanda daerah ini. Saya akan perjuangkan itu. Saya tegaskan, saya akan perjuangkan ini supaya kasus perdagangan manusia tidak ada lagi dan pengiriman peti jenazah di NTT,” imbuhnya.
Melawan human trafficking kata Martinus, memang membutuhkan kerja sama semua pihak untuk mengawasi perusahaan-perusahaan perekrut, sehingga tidak asal rekrut. Semua calon pekerja juga kata dia harus melalui proses pelatihan.
“Kalau kerja sendiri memang tidak bisa. Kita bersama pemerintah supaya kita mulai menertibkan segala perusahaan yang merekrut tenaga kerja ini. Ini mulai kita harus tertib supaya jangan sampai orang yang kita kirim dan orang yang pergi cari kerja di luar ini harus betul-betul dibekali melalui pelatihan. Artinya keluar dari NTT dia mau kemana, harus punya tujuan, jangan sampai dijanjikan orang mau kerja tetapi di sana bukan bekerja tetapi menjadi perdagangan orang,” ungkapnya.
Ia berharap agar pemerintah segera putuskan mata rantai kasus perdagangan manusia ini dan tidak boleh lagi ada peti jenazah yang datang dari luar negeri ke NTT
“Itulah yang kita putuskan. Yang pergi dan pulang dengan peti jenazah itu rata-rata nonprosedural. Tidak melalui jalur resmi,” katanya.
Ia menambahkan, jika ingin bekerja ke luar negeri entah itu berangkat secara prosedural maupun nonprosedural wajib dipantau baik di Bandara.
“Itu masyarakat kita. Kita harus pantau mereka, siapa yang bekerja ke luar. Siapa yang melewati Bandara, siapa yang melewati laut bisa ke luar. Misalnya dia mau ke Pulau Jawa. Dia pergi apa, dia menuntut ilmu atau bekerja. Kalau bekerja, dia bekerja dimana. Harus terdata semua warga kita. Yang di Jakarta harus terdata. Kita harus mencegah hal-hal seperti itu. Saya berjanji, saya akan komunikasikan dengan pemerintah daerah kalau ada masyarakat yang bekerja di Malaysia kita harus mendata mereka. Kita harus tau keberadaan mereka dan itu tugas kita,” tutup Martinus.
Sekadar untuk diketahui, acara tatap muka calon DPD nomor 43 itu dihadiri kurang lebih 1000 orang yang terdiri dari orang tua, anak muda dan beberapa di antaranya adalah tokoh agama.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor : Boni Jehadin