Ruteng, Vox NTT – Keluarga pasien yang ditetapkan Almarhumah TLJ mengaku keberatan dengan keputusan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19.
Penetapan itu diberikan oleh Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Manggarai.
Anak pertama Almarhumah TLJ, HR (35) menilai Tim Gugus Covid-19 kabupaten Manggarai gegabah dalam mengambil keputusan tersebut.
Bahkan, menurut HR penetapan PDP itu hanya berdasarkan asumsi saja.
“Kami sangat keberatan dengan status PDP, apa dasarnya? Apalagi mama saya ditetapkan sebagai PDP saat ia sudah meninggal dunia. Saat kami tanya di rumah sakit dokter bilang kalau itu berdasarkan asumsi mereka,” ujarnya.
Ia menceritakan, bahwa Almarhumah TLJ sudah mengalami sakit sesak napas sejak lama. Bahkan pada tahun 2014 lalu sempat mengalami koma dan sekitar dua bulan merawat di rumah sakit Ben Mboi Ruteng.
“Riwayat sesak napas mama saya sudah lama, dokter di rumah sakit juga sudah tahu. Sampai meninggal mama saya ini hanya bertahan dengan obat saja,” ujarnya.
Ia menceritakan, pada Kamis (30/04) Almarhumah TLJ sempat dirawat di ruangan IGD RSUD Ben Mboi Ruteng karena mengalami sesak napas.
Namun, tak lama kemudian diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit karena kondisinya sudah membaik.
Pada Jumat (01/05) sekitar pukul 10.00 Wita, Almarhumah TLJ kembali diantar ke RSUD Ben Mboi Ruteng karena sesak napasnya kambuh lagi.
Saat itu, Almarhumah TLJ diperiksa lengkap dan foto rontgen. Menurut HR hasil rontgen yang disampikan dokter saat itu tidak dikaitkan dengan Covid-19.
“Hasil rontgen mama punya paru-paru bersih, hanya sedikit pembengkakan jantung karena ada riwayat hipertensi, fungsi ginjal dan gula naik. Dokter bilang mungkin karena gejala itu sehingga mengalami sesak napas dan diperbolehkan pulang,” ujarnya.
Pada, Sabtu (02/05) karena sesak napas atau gejala yang sama Almarhumah TLJ kembali kambuh. Sehingga pihak keluarga langsung mengatarnya kembali ke RSUD Ben Mboi Ruteng.
Karena tak mau pulang balik ke Rumah sakit, sehingga Almarhumah TLJ minta diopname. Namun karena sudah malam hari sehingga petugas kesehatan melakukan observasi terlebih dahulu.
“Saat itu hasil rontgen yang sebelumnya dibaca lagi, menurut dokter menunjukkan gejala seperti Covid-19. Saya bingung kenapa hasil rontgen itu dibaca lain. Sebelumnya tidak dikaitkan dengan Covid-19 baru saat itu tiba-tiba dikaitkan dengan Covid-19, itu pada satu hasil rontgen yang sama,” ujarnya.
Sejak saat itu, pihak rumah sakit menurut HR mulai ditelusuri terkait riwayat Almarhumah TLJ, apakah pernah kontak langsung dengan orang dari daerah zona merah atau tidak.
Kebetulan, dua orang adik HR pulang dari Kupang sejak awal April, masing-masing tiba di Ruteng tanggal 2 dan 19 April lalu.
Sebab itu, akhirnya tenaga kesehatan Tim Gugus melakukan rapid test terhadap 14 orang yang dinilai telah kontak langsung dengan orang yang datang dari Kupang tersebut.
Alhasil, dari semua orang yang diperiksa termasuk Almarhumah TLJ, hasil rapid test-nya non reaktif atau negatif.
“Saya juga tidak tahu apakah pada saat adik saya pulang, Kupang itu masuk zona merah atau tidak. Karena setahu saya, Kupang saat itu masih zona hijau,” ujarnya.
Selain itu, HR juga mempertanyakan maksud rapid tet yang dilakukan.
“Saya juga bingung, kalau hasil rapid test negatif kenapa masih ditetapkan sebagai PDP? dan kalau memang rapid test itu tidak menjadi rujukan untuk menentukan orang positif Covid-19 atau tidak, yah lebih baik jangan dilakukan saja. Karena percuma, buang-buang anggaran. Mama saya itu sudah dua kali rapid test dan hasilnya negatif,” ujarnya.
“Kalau saya ke kuburnya mama, saya hanya berdoa dan minta ke mama untuk melihat siapa yang salah dan benar,” tambahnya lagi.
Dampak Sosial Usai Didiagnosis PDP
Ungkapan keberatan itu juga disampaikan anak kedua Almarhumah TLJ, HW (33).
Usai ditetapkan PDP, HW mengaku sempat membuat surat kesepakatan dengan pihak RSUD Ben Mboi. Bahwa, Almarhumah TLJ disemayamkan di rumah duka, namun tetap mengikuti protokol kesehatan penanganan Covid-19.
Namun, keputusan itu langsung berubah saat Ketua Tim Gugus Covid-19 Manggarai Deno Kamelus beserta tim lainnya tiba di RSUD dr. Ben Mboi Ruteng.
“Saat Bupati dan rombongan datang, tiba-tiba keputusannya bahwa mama tidak bisa disemayamkan di rumah, tapi langsung dimakamkan sesuai protokol Covid-19, tanpa ada acara adat sedikit pun maupun penghormatan terakhir kami untuk mama. Kami sangat sakit hati,” ujarnya.
“Kami sebenarnya sudah terima kalau mama dimakamkan sesuai protokol Covid-19, tapi saat itu kami meminta keringanan sedikit supaya mama bisa disemayamkan di rumah terlebih dahulu,” tambahnya.
Selain merasa keberatan dengan keputusan Tim Gugus Covid-19 yang telah menetapkan Almarhumah TLJ sebagai PDP.
HW juga mengaku beban karena stigma negatif dari masyarakat sekitar maupun masyarakat Manggarai pada umumnya terhadap keluarga mereka.
“Kami beban dengan stigma yang ada. Bahkan ada keluarga kami juga yang dilarang masuk kantor. Kami selalu dihindari oleh banyak orang. Kami sangat kecewa, kami dibiarkan sendiri menanggung stigma dari masyarakat sekitar. Tidak ada pendampingan dari tim gugus,” ujarnya.
Tim Gugus Covid-19 Manggarai Dinilai Tidak Serius Lakukan Upaya Pencegahan
HW mengungkapkan, setelah ibunya dimakamkan tim gugus langsung pulang dan tak mebicarakan apa-apa terkait proses selajutnya.
Bahkan di rumah duka, kata dia, tidak ada pengawasan maupun penyemprotan disinfektan yang dilakukan oleh Tim Gugus Covid-19 Manggarai.
“Kalau mereka serius melakukan langkah pencegahan, kenapa kami dibiarkan begini saja? Kami sekarang statusnya sebagai apa? Kalau ODP, apa langkah selanjutnya yang dilakukan oleh tim gugus? Begitu juga tenaga kesehatan yang tangani mama saya di rumah sakit, apakah mereka juga tidak ditelusuri, karena saat tangani mama saya tidak menggunakan APD standar,” katanya.
“Orang yang selama ini kontak langsung dengan mama saya juga, maupun yang kontak langsung dengan kami 14 orang di rumah ini, apakah tidak ditelurusui? Ataukan protokol ini hanya berlaku untuk orang yang sudah meninggal saja?” tambahnya lagi.
Menurut HW, salah satu alasan penetepan PDP untuk Almarhumah TLJ karena ada dua orang yang datang dari Kupang.
“Mama dikaitkan dengan Covid-19 itu karena ada adik saya yang datang dari Kupang, lalu kenapa mama saya yang sudah meninggal saja yang ditangani sesuai protokol, sementara adik saya ini masih sehat, hasil rapid test-nya negatif dan Swab-nya tidak diambil? Aneh sekali,” cetusnya.
Sebab itu, HW berharap kejadian ini untuk pertama dan terakhir. Tidak ada lagi kejadian serupa ke depannya.
SOP penanganan Covid-19 di Kabupaten Manggarai kata dia, harus diperbaiki lagi.
Ia mengaku efek sosial yang diterima ini sudah sangat besar. Sehingga harus ada perhatian tim gugus. Namun ia menegaskan hal itu bukan dalam bentuk materi, tetapi untuk memulihkan psikologis mereka.
Ia juga menegaskan apabila hasil Swab Almarhumah TLJ dinyatakan negatif, maka Tim Gugus Covid-19 Manggarai wajib melakukan pemulihan nama baik.
Penulis: Pepy Kurniawan
Baca di sini sebelumnya: Gugus Tugas Covid-19 Manggarai: Satu PDP Meninggal Dunia